Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Percepatan pembangunan infrastruktur dalam tiga tahun terakhir perlu diikuti upaya memperkuat pengembangan industri untuk meningkatkan multiplier effect bagi pertumbuhan dan pengembangan pembangunan ekonomi. “Sinergi antarpelaku ekonomi, pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk memanfaatkan peluang yang tercipta dari pembangunan infrastruktur perlu segera ditingkatkan agar multiplier effect bisa lebih dirasakan secara luas. Kita perlu menjadikan pasar dalam negeri yang begitu besar untuk pengembangan kekuatan industri dalam negeri, terutama industri kecil,” kata Duta Investasi Indonesia untuk Jepang Rachmat Gobel saat roundtable discussion pekan lalu, dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Minggu (14/1).
Dalam roundtable discussion yang menghadirkan ekonom Faisal Basri, Ketua Umum Gaikindo Johanes Nangoi, Wakil Ketua Umum HIMKI Sobur dan Heru Santoso, Sekjen Gabel, Eiichi Abe President Direktur PT Indonesia Epson Industry itu terungkap, agenda pembangunan industri saat ini masuk dalam titik krusial agar Indonesia bisa masuk dalam kelompok negara berdaya saing tangguh. "Beberapa tahun terakhir, laju pertumbuhan industri selalu berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi dan ini tidak,” kata Faisal.
Menurut Gobel, peluang Indonesia memacu pertumbuhan industri masih sangat terbuka, termasuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi ekonomi sampai 7%-8%. Dia melihat masih banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah perekonomian nasional. Antara lain dengan menyiapkan UKM dan UMKM memanfaatkan peluang pasar dalam negeri yang besar maupun peluang pasar ekspor.
Sedangkan Johanes Nangoi menyebutkan, pengembangan industri menengah kecil memang sangat dibutuhkan untuk mengisi kekosongan pasokan komponen. Di sektor otomotif, katanya, jumlah komponen mobil sampai 10.000 item yang diproduksi oleh pelaku pelaku industri tier 1 dan tier 5. “Ini perlu diisi oleh industri menengah kecil dalam negeri, dan saat ini yang sangat dibutuhkan adalah pengembangan tier 4 dan tier 5 agar industri otomotif nasional mempunyai daya saing yang kuat seperti Thailand,” katanya.
Tidak berbeda jauh, Heru Santoso menyebutkan, beberapa pelaku industri di sektor ini sudah mengembangkan model kerjasama dengan pelaku industri kecil menengah. Namun karena masih terbatas pada insiatif perusahaan, perjalanannya belum begitu pesat. “Dengan berbagai kendala, pelaku IKM membutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk bisa mencapai standar produksi yang bisa memenuhi standar. Ini yang perlu ditingkatkan melalui kebijakan pemerintah agar proses bisa lebih cepat dan cakupan kerjasamanya bisa diperluas” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News