kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perpadi: Jika tak ada intervensi, harga gabah bakal naik 10% hingga awal tahun 2019


Minggu, 28 Oktober 2018 / 17:26 WIB
Perpadi: Jika tak ada intervensi, harga gabah bakal naik 10% hingga awal tahun 2019
ILUSTRASI. Petani panen padi


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga gabah berpotensi melambung pada akhir tahun 2018 dan awal tahun 2019. Penyebabnya karena musim panen raya masih jauh di Maret sedangkan periode Oktober-Desember merupakan masa tanam. Memang masih ada sentra beras Sulawesi Selatan yang diperkirakan masuk masa panen di akhir November, namun belum tentu bisa menyuplai kebutuhan nasional.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Burhanuddin menyampaikan hingga akhir tahun dan awal tahun, harga gabah bakal naik 10% bila pemerintah tidak melakukan langkah intervensi.

"Untuk saat ini penggilingan beras Jawa dan Sumatra sudah mulai ambil stok dari Sulawesi. Tapi saat mereka masuk musim tanam lagi, kita bakal defisit di situ," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (28/10). 

Menurutnya, harga baru bisa kembali normal memasuki periode panen Maret 2019. Burhanuddin bilang, area Sulawesi Selatan setidaknya menyumbang 6% produksi nasional di 3,2 juta ton setahun dari total produksi nasional versi Badan Pusat Statistik sebanyak 56,54 juta ton.

Angka tersebut berasal dari perhitungan luas lahan baku sawah Sulawesi Selatan versi BPS sebesar 641.457 ha dikalikan dengan produktivitas beras nasional sebesar 5 ton per ha yang artinya setara 3,2 juta ton. Adapun panen Sulawesi Selatan terjadi dua kali, dan musim pertama di area wilayah barat tengah memasuki masa akhir. Selanjutnya, musim panen kedua di wilayah timurnya akan mulai terjadi di awal November.

Namun demikian, hasil panen Sulawesi Selatan belum tentu bisa mencukupi kebutuhan nasional karena baru setara 6% produksi nasional, jauh dibanding dengan panen area Jawa yang setara 60% dan tengah memasuki masa-masa akhir panen. "Kemungkin defisit masih ada sampai akhir Februari, kita baru tidak defisit di akhir Februari, dimana panen puncak di maret bisa mencapai 60% produksi nasional," katanya.

Dalam kondisi yang tipis tersebut, Burhanuddin melihat persaingan penggilingan mendapatkan gabah akan semakin ketat. Padahal saat ini, penggilingan kecil sudah kewalahan bersaing dengan penggilingan besar dan mengalami kelangkaan gabah dan harga yang tinggi. Apalagi, dalam catatan Perpadi, pada dua minggu terakhir harga gabah sudah naik 10% menjadi Rp 5.500 per kilogram untuk area Jawa Timur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×