kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.350.000   -4.000   -0,17%
  • USD/IDR 16.665   -20,00   -0,12%
  • IDX 8.272   -2,63   -0,03%
  • KOMPAS100 1.147   -2,68   -0,23%
  • LQ45 828   0,00   0,00%
  • ISSI 290   -1,26   -0,43%
  • IDX30 434   0,97   0,22%
  • IDXHIDIV20 499   3,67   0,74%
  • IDX80 127   -0,55   -0,43%
  • IDXV30 136   -0,78   -0,57%
  • IDXQ30 138   0,41   0,30%

Persyaratan TKDN Diminta Tidak Masuk Dalam Dokumen Lelang EBT, Ini Alasannya


Jumat, 19 Januari 2024 / 16:29 WIB
Persyaratan TKDN Diminta Tidak Masuk Dalam Dokumen Lelang EBT, Ini Alasannya
ILUSTRASI. Mineral ESDM berharap adanya terobosan aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berharap adanya terobosan aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Hal ini dibutuhkan untuk memperlancar pendanaan dari lembaga keuangan internasional ke proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT).  

Salah satu yang diharapkan ialah tidak memasukkan syarat TKDN dalam dokumen lelang. Namun, dalam implementasi proyeknya tentu aturan TKDN tetap dipatuhi. 

Plt Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu menceritakan, ada sejumlah persoalan dalam pelaksanaan aturan TKDN misalnya saja beberapa pemberi dana (lender) atau calon pemenang lelang tidak menginginkan aturan tersebut. 

“Beberapa yang sudah mau PPA terutama terkait dengan ini, sudah ada pembicaraan deal, tetapi karena ada aturan TKDN jadi menunggu,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (19/1). 

Baca Juga: Pemerintah Rancang Permen ESDM Baru Tentang Pokok Perjanjian Jual Beli Listrik EBT

Dia mencontohkan satu bukti nyata. Molornya komersial PLTS Terapung Cirata yang disebabkan terbitnya waiver atas ketentuan TKDN melampaui target waktu berdampak pada keterlambatan produksi dan pengiriman PV modul, serta kemunduran timeline pengerjaan.

“Jadi bisa dikatakan dari Kemenperin sudah agak menahan. Ini harus ada terobosan,” terangnya. 

Berdasarkan pembicaraan yang sudah bergulir, pihaknya akan rapat bersama PT PLN membahas proyek-proyek mana saja yang tidak jalan karena TKDN. Hasil rapat tersebut akan dibawa dan dibahas dengan Kementerian Perindustrian. 

Menurut Jisman, harus ada solusi umum untuk aturan TKDN dengan menimbang kesiapan industri dalam negeri mendukung percepatan dan pengembangan EBT dalam negeri. 

“Ekonomi tumbuh pasti mesin tumbuh, sehingga kita berharap waktu dekat ada kesimpulan dan akan angkat apakah nanti ada penyelesaian TKDN, mana aja proyek yang deal harus diselesaikan,” tandasnya. 

Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM, Harris Yahya juga mengakui bahwa aturan TKDN seringkali membuat proyek PLTP mandek. 

“Jadi ini pembangunan belum sehingga perlu untuk akses pembiayaan. Misalnya di Hululais ada persyaratan yang diinginkan lender tetapi tidak bisa dipenuhi karena adanya regulasi (TKDN) yang ada,” ujarnya dalam kesempatan yang sama. 

Baca Juga: Berikut Sejumlah Pencapaian EBTKE Kementerian ESDM hingga Tahun 2023

Di proyek PLTP Hululais, lanjut Harris, Japan International Cooperation Agency (JICA) telah memberikan pinjaman konsesional ke PLN melalui negara dengan pembiayaan 0,3% bunga dan tenor 40 tahun. 

Dalam pemberitaan sebelumnya, JICA mengucurkan US$ 210 juta untuk proyek berkapasitas 2x55 MW ini. 

Namun JICA mempersyaratkan di dalam procurement (pengadaan) pembangunan PLTP tidak memasukkan persyaratan TKDN dalam dokumen lelang. 

Alasannya, pembiayaan yang diberikan JICA adalah produk pendanaan yang diberikan secara luas, bukan hanya untuk Indonesia saja. Maka itu hingga saat ini pendanaan dari JICA belum dapat terealisasi untuk proyek Hululais. 

Sejatinya pun, lembaga keuangan internasional lain seperti World Bank juga meminta agar dokumen lelang tidak memasukan aturan TKDN. 

“Ini kesepakatan mereka. Kita juga akan kesulitan dapat pembiayaan. JICA tidak bisa, mau masuk World Bank mereka juga begitu ketentuannya. Akhirnya akses dana lebih mahal, dana lebih mahal tentu mempengaruhi keekonomian proyek,” kata Harris. 

Baca Juga: Kapasitas Terpasang EBT Nasional Capai 13,15 GW Sampai 2023, Berikut Perinciannya

Aturan TKDN ini cukup menantang di sektor panas bumi karena mempersyaratkan 33% kandungan lokal khusus pada pembangkit panas bumi saja. Sementara masih banyak material yang harus diimpor untuk membangun pembangkit sehingga penggunaan barang lokal baru bisa di kisaran 20% saja. 

Sayangnya aturan TKDN tidak menghitung aktivitas di sisi hulu, seperti pengeboran yang notabene menggunakan banyak sumber dari dalam negeri.  

“Kalau kegiatan hulu dihitung TKDN-nya untuk mencapai 33% tidak sulit,” ujar Harris. 

Harris berharap, aturan TKDN jangan dipersyaratkan dahulu dalam proses lelang. Tetapi nanti saat implementasi barulah kebijakan pemakaian produk lokal tetap dipatuhi. Menurutnya, Perusahaan BUMN tentu tunduk dengan ketentuan negara. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×