Reporter: Azis Husaini, Febrina Ratna Iskana, Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Babak baru revisi Undang-Undang No.22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi segera berjalan. Pada Senin (5/6) Komisi VII DPR RI resmi mengajukan draf revisi Rancangan Undang-Undang No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) ke Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Salah satu poin penting yang ada di dalamnya adalah pengajuan PT Pertamina menjadi Badan Usaha Khusus (BUK) Migas. Badan khusus ini akan mengelola penuh, sektor migas nasional.
Dalam draf RUU Migas yang diterima KONTAN, Pasal 44 ayat 1 menyebutkan, BUK Migas merupakan badan usaha yang dibentuk secara khusus berdasarkan undang-undang. BUK bertanggungjawab ke Presiden.
Selain itu, BUK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memiliki, Unit Hulu Operasional Mandiri, Unit Hulu Kerjasama, Unit Usaha Hilir Minyak Bumi dan Unit Usaha Hilir Gas Bumi.
Adapun dalam RUU Migas itu, BUK Migas akan diberikan lex specialis. Yaitu, hak kerjasama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) akan diberikan kepada BUK Migas. Jadi, bukan lagi melalui pemerintah atau dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan menyatakan, Komisi VII memang mengusulkan melalui RUU tersebut sub sektor migas supaya dikelola oleh satu badan usaha khusus. "Kami belum ketemu nama yang spesifik, tetapi kita sepakat substansinya bahwa kita ingin mengembalikan pengelolan disektor migas ini sesuai dengan UUD 1945," terangnya di Gedung DPR, Senin (5/6).
Ia tak menampik, yang akan dijadikan BUK Migas tersebut adalah Pertamina. Pasalnya, kata Gus, saat ini kewenangan Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya mengelola satu sektor migas saja.
Padahal, sektor migas menyangkut hajat hidup orang banyak. "Jadi tugas Pertamina itu yang akan dikembalikan seperti dulu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi," terangnya.
Keuntungan BUK Migas adalah, tidak akan ada arbitrase ke negara. Sebab, kegiatan kontrak kerjasama dengan KKKS akan dilakukan langsung ke BUK Migas. Sehingga, peran negara tidak akan terganggu jika ada masalah dispute hukum dengan KKKS. Saat ini, posisi negara sejajar dengan KKKS, karena kerjasamanya langsung ke negara. "Nah, kita buat supaya posisi negara di atas," ungkapnya.
Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Nasdem Kurtubi mengungkapkan bahwa pihaknya jelas-jelas memang mengusulkan bahwa Pertamina yang akan menjadi BUK Migas itu. "Kami tadi minta langsung saja, sebut nama Pertamina, jangan BUK Migas," ungkap dia.
Kurtubi mengatakan, dirinya tidak khawatir jika kewenangan Pertamina menjadi besar seperti pada era Orde Baru, jika revisi UU Migas ini lolos menjadi UU. Menurutnya, dulu itu Pertamina yang berkontrak. "Nah, sekarang bedanya, kuasa usaha pertambangan, ada kata usaha. Dulu hanya kuasa pertambangan dipegang Pertamina. Jadi pemerintah tidak ikut campur dalam kontrak," kata dia.
Sujatmiko, Jurubicara Kementerian ESDM, menyatakan, pihaknya saat ini juga sedang menyusun pokok-pokok pikiran tentang amanat UUD 1945 yang akan diterjemahkan dalam revisi UU Migas. Jika DPR merasa sudah begitu jauh dengan beleid tersebut, tidak demikian dengan pemerintah.
Sujatmiko menyatakan, pemerintah belum sampai pada pembahasan soal BUK Migas. "Baru konsep dasar. Pak Wamen mengatakan, satu kemandirian oleh bangsa sendiri, turunannya itu apa, Nanti usulan pemerintah dan DPR dipadukan" ujar dia.
Kepentingan nasional
Wakil Ketua Baleg DPR Toto Dariyanto menyatakan, dengan penyerahan RUU Migas itu, pihaknya akan membentuk Panitia Kerja (Panja). Selanjutnya Panja akan mengundang pengusul agar segera diharmonisasi.
Menurutnya, RUU Migas ini bisa menjamin kepentingan kedaulatan nasional. "Baleg tidak bisa hanya memberikan justifikasi agar ini lolos. Kami akan melakukan beberapa langkah. Nanti tunggu undangan dari badan legislasi secepatnya," ungkapnya di Gedung DPR, Senin (5/6).
Toto menegaskan, BUK Migas masih bertentangan dengan UU BUMN. Ia mempertanyakan, terkait bentuk BUK Migas tersebut apakah perseroan, perum atau yang berkaitan dengan BUMN.
Jadi, menurut dia, jika disandingkan dengan UU BUMN semakin tidak nyambung. "Kalau BUK ini sebagai regulator, bukan badan usaha, itu bisa. Pertanyaannya, posisi BUK ini dimana? Paling mudah, SKK Migas serahkan ke BUMN eksisting, yaitu Pertamina, sehingga statusnya jelas," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News