Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Tempat penampungan minyak mentah milik yang diduga milik para penjarah minyak di dekat lokasi jalur pipa minyak Tempino-Plaju milik PT Pertamina Gas di Bayung Lencir, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, pada Rabu (3/10) pukul 06.10, kemarin, terbakar. Akibatnya, PT Pertamina EP sebagai pemilik minyak mentah harus menghentikan aliran minyak melalui pipa tersebut.
Agus Amperianto, Manager Humas Pertamina EP, mengatakan, sejauh ini pihaknya belum dapat memastikan kerugian yang dialami perusahaan akibat kebakaran tersebut. "Kami baru bisa menghitung kerugian karena kegagalan pengiriman pasokan minyak dari Tempino ke Plaju yang mencapai 11.000 barel per hari (bph)," kata dia ke KONTAN, Rabu (3/10).
Lantaran aliran pasokan akan berhenti selama 16 jam, kerugian yang bakal diderita anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut mencapai Rp 7,2 miliar. Menurut Agus, nilai estimasi kerugian itu diluar biaya perbaikan infrastruktur yang rusak akibat kejadiaan tersebut.
Menurut Agus, lokasi kebakaran itu tepatnya di Kilometer (KM) 219, Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin.
Nah, di dekat tempat kejadian petugas menemukan pipa paralon ukuran 2 inch yang ditanam ke tempat penampungan minyak yang diduga hasil jarahan. "Kebakaran diduga kuat akibat aksi penjarahan minyak mentah dari pipa Tempino-Plaju," ujarnya.
Kebakaran berlangsung sekitar lima jam, proses pemadaman dilakukan tim Pertamina didukung oleh berbagai instansi yang berada di sekitar tempat kejadian. Agus bilang, hingga saat ini Pertamina masih meneliti kerugian yang ditimbulkan akibat kejadian tersebut.
Agus menyayangkan aksi penjarahan minyak yang kerap terjadi di jalur pipa minyak Tempino-Plaju. Aksi penjarahan tidak saja merugikan negara namun juga menimbulkan korban jiwa. Pada kebakaran itu, lima orang tewas dan 18 orang mengalami luka bakar.
Hingga sekarang ini, aksi penjarahan minyak di jalur Tempino-Plaju terus berulang. Pada Agustus lalu, angka penjarahan mencapai 48.325 barel, sedangkan pada September mencapai 29.001 barel. "Pada 2011 terjadi 158 kasus dan hingga September 2012 meningkat menjadi 373 kasus," ungkap Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News