Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data yang dirilis oleh South East Asia Iron & Steel Institute (SEAISI) menyatakan, hampir seluruh negara Asean-Six mencatatkan laju pertumbuhan kebutuhan baja dua digit pada tahun 2016. Salah satu yang menjadi sorotan adalah Indonesia.
Maklum, kebutuhan baja Indonesia meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Dari 11,47 juta ton (finished steel) di tahun 2015 menjadi lebih dari 12.67 juta ton di tahun 2016 (finished steel). Aau mencatat pertumbuhan sebesar 11%.
"Dari indikator ini kami melihat dengan jelas bahwa permintaan baja Indonesia yang terus tumbuh ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi domestik," ujar Chairman Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, saat ditemui pada Musyawarah Nasional IISA, Rabu (15/11).
Pengguna baja yang terpenting adalah sektor konstruksi dan industri manufaktur. IISA mencatat, konsumsi baja perkapita Indonesia saat ini masih sangat rendah, yaitu 49 kg pada tahun 2016. "Tentu saja diperlukan upaya semua pihak untuk terus meningkatkan penggunaan baja," sebut Mas Wig –panggilan Mas Wiigrantoro.
IISIA mendukung kebijakan pemerintah yang mengutamakan penggunaan produk baja domestik dalam berbagai proyek infrastruktur dan energi. "Tentu kami berharap, agar kita semua mengutamakan penggunaan produk nasional, bukan hanya baja tetapi juga produk pangan dan berbagai produk kebutuhan kita sehari-hari," urai Mas Wig.
Sampai hari ini, baja impor masih membanjiri pasar domestik, tentu kami menyadari bahwa untuk beberapa spesifikasi tertentu. "Kami belum dapat sepenuhnya memasok baja yang diperlukan, akan tetapi kami berharap agar kami diberi kesempatan untuk bersaing dengan fair," terang Mas Wig.
IISA mengecam praktik mengekspor baja dengan harga dumping atau dibawah harga yang wajar tidak dapat diterima meski dengan dalil keterbukaan pasar.
Pelaku industri berharap, pemerintah tegas menetapkan kebijakan perlindungan perdagangan untuk produk-produk baja yang telah terbukti masuk dengan harga tidak wajar. Industri baja nasional terus berupaya tumbuh dan berkembang di tengah persaingan yang semakin sengit dengan produk impor.
Dirjen Ilmate Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Wiryawan menegaskan, pemerintah selama ini telah mengontrol impor tersebut. "Kami tidak melarang, kami kontrol," ujarnya. Putu tidak menutup mata, permintaan yang melonjak ini belum dibarengi ketersediaan suplai di dalam negeri. "Yang jelas jangan sampai industri hilir baja kesulitan medapatkan bahan baku," imbuh dia.
Harapannya, kapasitas bisa mencapai 70%–80% supaya impor tidak terlalu tinggi. "Supaya produksinya dalam negeri bisa 50% dari permintaan saat ini," ujarnya. Tahun ini diprediksi pwemintaan baja mencapai 13,6 juta ton
Purwono Widodo, Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) menjelaskan, pemangkasan produksi baja China menumbuhkan bisnisnya tahun ini. "Apalagi harga sejak akhir kuartal kedua terus melonjak," ujarnya.
Hingga kuartal III-2017, KRAS membukukan pendapatan US$ 1,04 miliar. Jumlah ini naik 5,87% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang di angka US$ 982,29 juta. Selama kuartal ketiga belanja proyek infrastruktur pemerintah kian menguat.
Tahun ini, Krakatau Steel membidik volume penjualan baja 2,6 juta ton sampai 2,7 juta ton. Meningkat 16,5% bila dibandingkan penjualan KRAS sepanjang 2016 lalu yang mencapai 2,23 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News