Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencatat pertumbuhan penjualan listrik dari kenaikan volume penjualan menjadi 108,4 Terra Watt hour (TWh) di semester I 2017. Ini naik tipis 1,17% dibanding dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 107,2 TWh.
Peningkatan penjualan tersebut lantaran penambahan kapasitas pembangkit sebesar 1.663 Megawatt (MW) yang berasal dari Pembangkit PLN sebesar 463 MW dan tambahan kapasitas dari Independent Power Producer (IPP) sebesar 1.199 MW. Serta penyelesaian 1.489 kilometer sirkuit (kms), jaringan transmisi dan Gardu Induk sebesar 5.750 MVA.
Direktur Keuangan PLN Sarwono mengatakan, peningkatan konsumsi kWh ini karena ada kenaikan jumlah pelanggan sampai dengan akhir semester I 2017 telah mencapai 65,9 juta. Jumlah tersebut bertambah 1,6 juta pelanggan dari akhir tahun lalu yang sebanyak 64,3 juta pelanggan.
"Kenaikan konsumsi kWh tersebut di dominasi oleh konsumsi listrik di golongan tarif industri," terangnya melalui siaran tertulis yang diterima KONTAN, Jumat (28/7).
Ia mengklaim, bertambahnya jumlah pelanggan ini bisa mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 91,16 % pada 31 Desember 2016 menjadi 92,79% pada 30 Juni 2017. Meskipun pada paruh pertama 2017 ini beberapa kondisi makro yang mempengaruhi penyesuaian tarif tenaga listrik yaitu kurs dollar AS, Indonesia Crude Price (ICP) dan/atau Inflasi mengalami kenaikan dibanding dengan acuan APBN.
"Namun demi mendukung kepentingan masyarakat serta untuk menjaga agar sektor bisnis dan industri tetap kompetitif, PLN memutuskan untuk tidak menaikkan tarif," klaimnya.
PLN kata Sarwono, melakukan efisiensi pada beberapa elemen biaya operasi yang berada dalam kendali perusahaan, untuk menutup kekurangan margin usaha tersebut.
Seiring dengan meningkatnya produksi listrik, beban usaha PLN naik sebesar Rp 9,2 triliun atau 7,65% menjadi Rp 128,9 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 119,7 triliun.
Adapun beban usaha yang mengalami kenaikan terbesar adalah beban pembelian tenaga listrik yang mengalami kenaikan sebesar Rp 6,7 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 34,6 triliun.
Selain itu, beban bahan bakar juga meningkat sebesar Rp 3,2 triliun dari Rp 52,0 triliun pada Juni 2016 menjadi Rp 55,3 triliun pada Juni 2017. "Penyebab utama kenaikan beban pembelian tenaga listrik dan beban bahan bakar ini adalah naiknya harga rata-rata Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 35,22% yang mendorong kenaikan harga BBM, dan naiknya rata-rata Harga Batubara Acuan (HBA) sebesar 58,61% yang mendorong kenaikan harga Batubara," ungkapnya.
Sementara Earning Before Interest, Tax, Depreciation & Amortization (EBITDA) pada Semester I tahun 2017 sebesar Rp 32,82 triliun. Itu naik sebesar Rp 2,3 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 30,42 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News