kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perusahaan air minum minta dispensasi ke Menteri Perdagangan Dalam Negeri


Kamis, 25 Agustus 2011 / 08:03 WIB
Perusahaan air minum minta dispensasi ke Menteri Perdagangan Dalam Negeri
ILUSTRASI. Keluaran terbaru 2020, harga sepeda e-bike United Nebular masih cukup terjangkau


Reporter: Hendra Gunawan, Yudo Widiyanto |

JAKARTA. Larangan truk berkapasitas 22 ton lebih di daerah sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) membuat pengusaha air minum kemasan gerah. Para pengusaha menilai kebijakan ini merugikan bisnisnya. Pasalnya permintaan minuman kemasan di Jabodetabek berkontribusi hingga 40% dari total permintaan nasional. Pengusaha pun mengajukan surat permohonan dispensasi kepada pemerintah.

Rembang Kayo, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) menyatakan keputusan ini akan menyebabkan kerugian. Pasalnya menggunakan armada berukuran kecil akan menyebabkan biaya operasional melonjak. "Apalagi kami tidak mungkin menambah jumlah armada dalam waktu yang singkat," ungkapnya kepada KONTAN, kemarin.

Oleh karena itu Aspadin telah mengajukan surat kepada Menteri Perdagangan Dalam Negeri agar AMDK mendapatkan dispensasi agar armadanya bisa masuk dalam kota. Ia berpendapat air minum adalah kebutuhan pokok yang setara dengan angkutan sembako lainnya. "Apalagi konsumen di Jabodetabek paling banyak," katanya.

Jika dihitung, menurutnya perusahaan air minum selama ini lebih banyak menyuplai ke wilayah Jabodetabek. Berdasarkan hitungannya setiap hari permintaan pasokan AMDK mencapai 16,5 juta liter atau sekitar 4,8 juta galon. Jumlah itu setara dengan 40% total permintaan air kemasan ke seluruh Indonesia.

Ia mengklaim dengan adanya pembatasan operasional truk ini akan berdampak pada kekurangan air minum pada konsumen rumah tangga. "Kebutuhan pokok air minum yang sehat dan berkualitas sudah menjadi barang konsumsi pokok dan tidak boleh terhambat pengadaannya sehari-hari," tuturnya.

Sekedar informasi, Kementerian Perhubungan melarang distribusi AMDK menggunakan truk tronton berkapasitas 22 ton ke wilayah Jabodetabek. Kebijakan ini sudah mulai berlaku sejak Selasa 23 Agustus 2011 atau H-7 sampai dengan H+7 Hari Raya Idul Fitri."Keputusan ini kami ambil untuk mengantisipasi peningkatan lalu lintas di masa mudik dan masa balik yang akan mencapai tujuh kali lipat dari hari-hari normal," kata Pandu Yunianto, Kasubdit Pengendalian Operasi Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Dirjen Hubungan Darat, Kementerian Perhubungan.

Namun menurut Pandu, kebijakan tersebut tidak akan mengganggu distribusi AMDK sebab pemerintah tetap memperbolehkan perusahaan AMDK melakukan distribusi dengan menggunakan truk pengangkut jenis dua sumbu atau truk yang berkapasitas maksimal 16 ton. "Truk jenis ini tidak akan menyebabkan kemacetan pada ruas jalan tol atau jalan arteri," jelas Pandu. Sedangkan truk tronton masuk ke dalam jenis tiga sumbu dengan kapasitas 22 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×