Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Petani tebu rakyat kini dibuat khawatir dengan beredarnya draft rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Rencana Swasembada Gula Nasional. Dalam rancangan draft Perpres tersebut, pemerintah berencana menugaskan PTPN III untuk memproduksi gula konsumsi dan gula industri sekaligus, dengan menggandeng mitra kerja. Skema tersebut diprediksi bukan melahirkan swasembada gula nasional, tapi monopoli usaha.
Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen mengatakan, rancangan Perpres ini perlu dicermati lebih dalam. Sebab, jangan sampai Presiden mengesahkan kebijakan yang dampaknya justru merugikan untuk negara. Soemitro mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menyusun dan mengesahkan kebijakan soal percepatan swasembada gula ini.
"Saya ingin mengimbau kepada pemerintah, apalagi ini kan bentuknya Perpres, PTPN III jangan ambil untung mulu, Pak Presiden jangan gegabah keluarkan aturan, impor gula tapi bikin mati petani. tugas BUMN itu menyejahterakan rakyatnya, bukan mencari untung sebesar-besarnya ke rakyatnya," tegas dia dalam keterangannya, Senin (26/9).
Soemitro pun menyoroti sejumlah hal yang diatur dalam rancangan draft Perpres ini. Pertama adalah, perluasan area tanam yang tercantum di dalam rancangan aturan itu, tidak menyebutkan area yang menjadi target perluasan area tanam. Hal ini dinilai berbahaya bila area tanam baru yang dibuka lokasinya jauh dari sentra pengolahan atau pabrik gula yang sudah ada saat ini.
Baca Juga: Intip Agenda Bisnis Pinago Utama (PNGO) pada Tahun 2023
"Lahannya di mana? Pabriknya di mana? harus jelas dulu! Satu lahannya di mana, di Aceh? ada nggak pabrik gula di sana? Kalau pabriknya di Jawa, makan banyak biaya. Bisa-bisa keburu busuk tebunya," tegas dia.
Masalah lainnya, yaitu soal kendala masalah kapasitas produksi pabrik. Saat ini, menurut dia, Indonesia sudah punya lahan tebu dengan total luas area mencapai 450.000 ha. Ia khawatir, bila produksi tebu di tingkat petani digenjot tanpa mempertimbangkan kapasitas pengolahan yang ada, bisa-bisa tebu yang diproduksi tidak terserap dengan baik dan harga tebu petani anjlok.
"Kalau mau ditambah jadi 700.000 ha, lalu produksinya siapa yang nyerap? Pabrik gula itu punya keterbatasan produksi, lalu pabriknya di mana, harus jelas," tuturnnya.
Soemitro pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap penyusunan rancangan Perpres itu yang dianggapnya tak melibatkan kalangan petani sehingga terkesan tumpul dan hanya menguntungkan segelintir pihak.
Masalah yang dikeluhkan petani tak berhenti di sana. Dalam rancangan Perpres itu, disebutkan juga bahwa tugas percepatan swasembada gula diserahkan ke PTPN III lewat skema penunjukan langsung. Menurut Soemitro tidak masuk akal lantaran kapasitas produksi BUMN pertanian itu tentu belum cukup memadai untuk menyerap seluruh tebu petani.
Baca Juga: Petani Baduwi Hasilkan 32,5 Ton Jahe Merah untuk Pasok Bahan Baku Farmasi
Ia khawatir, kebijakan ini nantinya hanya menguntungkan segelintir pihak. Saat ini, ada sedikitnya 11 pabrik gula rafinasi yang saling berbagi peran dan wilayah produksi untuk memenuhi kebutuhan gula industri di berbagai wilayah di Indonesia.
Bila Perpres ini jadi disahkan, alih-alih mendorong percepatan swasembada gula, kebijakan ini dinilainya berisiko memicu terjadinya monopoli usaha produksi gula rafinasi atau gula untuk kebutuhan industri yang bahan bakunya berasal dari impor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News