Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Iklim investasi sektor migas selama beberapa tahun terakhir tidak kondusif lantaran revisi undang-undang (UU) Migas yang tak kunjung rampung. Namun memasuki pertengahan tahun ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai serius menggarap revisi UU Migas ini.
Salah satunya dengan mengundang PT Perusahaan Listrik Negara Tbk (PGN) dalam rapat Dengar Pendapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk memberikan usulan untuk dimasukan ke dalam revisi UU migas. Direktur Utama PGN, Jobi Triananda Hasjim bilang, sebagai perusahaan yang fokus di bisnis hilir khususnya di sektor gas, PGN ingin revisi UU migas bisa memperjelas posisi PGN di sektor hilir migas.
"Ya mereka ingin mengetahui bisnis PGN gimana. Kami sampaikan dari zaman Belanda kami juga cuma mengurusi gas. Makanya kami inginnya ke depan jelas siapa yang mengurusi gas di dalam negeri sebagai national gas company," ujar Jobi, Rabu (14/6).
Selain itu, Jobi pun berharap revisi UU migas bisa membuat iklim investasi hilir terutama gas bisa lebih baik lagi. Dengan begitu swasta bisa bekerja sama dengan BUMN dalam membangun infrastruktur hilir gas.
"Kami ingin bagaimana undang-undang ini secara masif menciptakan iklim investasi yang lebih baik untuk minyak dan gas,"imbuh Jobi. Selain itu, Jobi juga berharap dengan direvisinya UU Migas maka pasokan gas dari luar negeri bisa memenuhi kebutuhan gas dalam negeri.
Di luar poin-poin tersebut, Jobi menyebut tidak banyak lagi yang dibahas PGN dengan Baleg, termasuk soal rencana pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) dalam revisi UU Migas dan sinkronisasinya dengan holding migas yang tengah dibentuk oleh pemerintah. Begitu juga dengan rencana pembentukan agregator gas.
Lebih lanjut Jobi bilang, PGN belum mendapatkan definisi yang jelas terkait pembentukan BUK dari Komisi VII DPR RI. "Jadi saya agak berhati-hati mengomentari yang kami masih belum jelas," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News