kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.478.000   -4.000   -0,27%
  • USD/IDR 15.679   -189,00   -1,22%
  • IDX 7.500   4,04   0,05%
  • KOMPAS100 1.164   2,85   0,25%
  • LQ45 928   -2,21   -0,24%
  • ISSI 226   1,20   0,53%
  • IDX30 478   -1,94   -0,40%
  • IDXHIDIV20 574   -2,42   -0,42%
  • IDX80 132   0,11   0,08%
  • IDXV30 142   0,35   0,24%
  • IDXQ30 160   -0,44   -0,28%

PHK di Industri Tekstil Kian Parah, APSyFI Desak Pemerintah Hentikan Impor Ilegal


Minggu, 08 September 2024 / 20:33 WIB
PHK di Industri Tekstil Kian Parah, APSyFI Desak Pemerintah Hentikan Impor Ilegal
ILUSTRASI. Pekerja produk tekstil. SURYA/PURWANTO


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkapkan bahwa kondisi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan.

"Jika hal ini terus berlangsung, stabilitas sosial akan menjadi taruhan karena banyaknya pekerja yang kehilangan pekerjaan," tegas Redma kepada Kontan.co.id, Minggu (8/9).

Baca Juga: API: PHK di Industri TPT akan Berdampak Kepenurunan Daya Beli Nasyarakat

Redma menekankan bahwa situasi saat ini bahkan lebih buruk dibandingkan dengan masa pandemi COVID-19.

Menurutnya, pemerintah tampaknya sudah mengetahui krisis di sektor TPT, tetapi belum memberikan solusi konkret untuk menangani masalah ini.

"Pemerintah seakan hanya memberikan wacana tanpa tindakan nyata," ujar Redma.

Ia menjelaskan bahwa kapasitas produksi di industri benang filamen saat ini hanya beroperasi pada tingkat 45%, menyebabkan banyak perusahaan hanya menjalankan sebagian kecil dari kapasitas mereka.

Jika kondisi ini terus berlanjut, industri benang filamen akan berada di ambang batas efisiensi dan terancam menutup operasionalnya.

Baca Juga: Industri Hilir Plastik Terancam PHK, Aphindo Minta Pemerintah Ambil Langkah Konkret

Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) mencatat bahwa dari awal tahun hingga 8 Mei 2024, sebanyak 10.800 pekerja sektor TPT telah menjadi korban PHK.

Jika dihitung sejak kuartal II 2023, jumlah total pekerja yang terkena PHK mencapai sekitar 1 juta orang.

Sebagai solusi cepat, Redma mendesak pemerintah untuk segera menghentikan impor barang, terutama yang masuk secara ilegal.

"Solusi cepatnya adalah menghentikan barang impor dan menangkap semua yang terlibat dalam praktik impor ilegal. Kewenangan ini ada di tangan Menteri Keuangan, khususnya Bea Cukai dan Pajak, namun hingga kini belum ada langkah konkret," tegasnya.

Menurut Redma, tindakan tegas dari pemerintah sangat diperlukan untuk menyelamatkan industri TPT yang padat karya dan memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi nasional.

Selanjutnya: Mirae Asset Proyeksikan Permintaan Semen Tetap Positif di Agustus 2024

Menarik Dibaca: AstraZeneca Lakukan Restorasi Lingkungan dengan Menggandeng KemenkoMarves

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×