Reporter: Amalia Fitri | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memandang keputusan pemerintah menurunkan tarif batas atas tiket pesawat antara 12% - 16% belum tentu meringankan masyarakat.
Wakil Ketua Umum PHRI, Maulana Yusran mengatakan, permasalahan penerbangan nasional adalah persaingan yang tidak sehat karena pasar maskapai Indonesia hanya dikuasai oleh Garuda Indonesia Group dan Lion Group.
"Apakah diskon 12% dari harga tiket Rp 2 juta, sudah benar-benar murah? Apakah hasilnya sudah dapat diterima masyarakat? Saya yakin belum," tutur Maulana kepada Kontan, Senin (13/5).
Lebih lanjut, dirinya mengatakan bila kompetisi pasar maskapai nasional tidak dibuat adil dengan adanya pemain baru, maka permasalahan tarif batas atas (BTA) tiket pesawat tidak akan pernah selesai. Dengan demikian, solusi penurunan harga tiket pesawat sebesar 12%-16% belum mampu memuaskan banyak pihak.
Maulana berpendapat, untuk mencapai kompetisi bisnis yang sehat, setidaknya ada tiga atau empat pelaku bisnis penerbangan yang mengimbangi Garuda Indonesia Group dan Lion Group. Dengan begitu, bisnis maskapai nasional akan mencapai apa yang disebut multi player effect.
"Jika kompetisi bisnis maskapai sehat, maka flow harga yang sehat akan mengikuti market. Sehingga tak perlu lagi ada aturan tarif batas atas atau bawah seperti ini. Sebagai contoh, perjalanan dari Jakarta ke Singapura atau Jakarta ke Kuala Lumpur tidak dikenakan aturan TBA, sebab yang diatur domestik. Berbeda halnya dengan perjalanan Jakarta ke Yogya atau Padang yang melonjak dua kali lipat. Ini yang perlu diperhatikan," tuturnya panjang lebar.
PHRI juga menyampaikan bila okupansi hotel secara nasional dari Januari-April 2019 turun 20-40% sejak harga tiket pesawat naik. Biasanya, di masa low season tersebut, penurunan secara maksimal terjadi sebesar 15%.
Dengan ketentuan penurunan tiket sebesar 12%- 16% ini, pihaknya masih pesimis melihat peningkatan jelang high season Lebaran. "Perlu waktu untuk melihat hasilnya seperti apa ke depannya. Tetapi kembali lagi, bila dominasi masih ada kebijakan ini tak akan mengubah apa-apa," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News