Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Penutupan pintu masuk Pelabuhan Tanjung Priok terhitung sejak 19 Juni lalu, mulai berdampak pada pasar produk hortikultura seperti bawang putih.
Saat ini, harga bawang putih di pasar domestik mencapai Rp 14.000 per kilogram (kg) atau naik 40% dibandingkan harga rata-rata pada bulan lalu yang masih Rp 10.000 per kg.
Benny Kusbini, Ketua Dewan Hortikultura Nasional mengatakan, kenaikan harga bawang putih terjadi karena terbatasnya pasokan dari impor saat masa transisi pemindahan distribusi komoditas hortikultura dari Tanjung Priok ke Tanjung Perak Surabaya.
"Apalagi, hampir seluruh kebutuhan bawang putih nasional dipenuhi impor dari China," kata Benny kepada KONTAN, Senin (25/6).
Menurut dia, kebutuhan lokal bawang putih nasional mencapai 400.000 per tahun. Sementara, produksi bawang putih lokal hanya ada di Malang, Jawa Timur, serta Nusa Tenggara Barat, itupun dengan produksi tidak lebih dari 10.000 ton.
Selain pasokan seret, harga bawang putih impor dari China saat ini juga naik. Dari harga semula US$ 500 per ton, kini sudah mencapai US$ 700 per ton.
Kenaikan tersebut disebabkan tingginya permintaan bawang putih dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Bahkan, tahun 2011 lalu, impor bawang putih mencapai 35% dari total nilai impor hortikultura nasional sebesar US$ 1,7 miliar.
Ia menambahkan, selain harga yang mahal, ongkos transportasi angkutan bawang putih juga membengkak setelah pemerintah menutup Tanjung Priok, dan mengalihkannya ke Tanjung Perak.
"Biaya produksi bertambah sekitar Rp 16 juta per kontainer, jumlah itu belum ditambah risiko rusaknya barang akibat panjangnya waktu perjalanan," imbuhnya.
Benny mengatakan, pemindahan pintu masuk itu membuat biaya produksi bawang putih sampai ke Jakarta naik Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kg. Maka itu, Benny menilai wajar harga bawang putih melambung 40% di pasar domestik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News