kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

PKP2B masih tunggu RPP, BUMN bidik tambang yang habis kontrak


Senin, 01 April 2019 / 18:47 WIB
PKP2B masih tunggu RPP, BUMN bidik tambang yang habis kontrak


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Di tengah proses revisi keenam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang masih belum rampung, polemik masih terus bergulir.

Pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) masih menunggu terbitnya Revisi PP (RPP) itu, sedangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ingin mendapat porsi atas lahan tambang dari PKP2B tersebut.

Sejumlah PKP2B yang akan habis kontrak dalam beberapa tahun depan mendorong pemerintah supaya segera menerbitkan regulasi tentang perpanjangan izin dan perubahan status dari PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Perusahaan-perusahaan batubara raksasa yang kontraknya akan kadaluarsa itu pun belum mengajukan perpanjangan seiring belum juga terbitnya RPP yang dimaksud.

Manajemen BUMI Resources, induk usaha dari PT Arutmin Indonesia dan KPC yang kontraknya akan habis dalam dua tahun ke depan, menjadi contohnya. Direktur Independen dan Sekretaris Perusahaan Bumi Resources Dileep Srivastava mengaku bahwa pihaknya masih menunggu terbitnya regulasi tersebut sebelum mengambil langkah mengajukan perpanjangan izin dan perubahan status menjadi IUPK.

"Kami akan mengikuti peraturan yang berlaku, dan kami menunggu keputusan resmi dari pemerintah atas regulasi tersebut," kata Dileep kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.

Tak jauh berbeda, manajemen Indika Energy, induk usaha dari PKP2B Kideco Jaya Agung, menyampaikan masih menunggu perkembangan lebih lanjut dari pemerintah terkait dengan RPP ini. Head of Corporate Communication Indika Energy Leonardus Herwindo mengatakan, berharap pemerintah dapat memberikan jalan keluar yang tepat sehingga memberikan kepastian dan landasan hukum bagi investor, terutama investor swasta nasional.

"Itu sesuai dengan tujuan UU Minerba yaitu menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara," kata Leo saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (1/4).

Sementara, Head of Corporate Communication Division Adaro Energy Febriati Nadira Adaro berharap agar RPP tersebut bisa mempercepat pengajuan perpanjangan perizinan PKP2B dari yang semula dua tahun, menjadi lima tahun sebelum masa berakhirnya kontrak. Hal itu dimaksudkan untuk dapat memberikan kepastian dalam perencanaan dan pelaksanaan investasi di sektor pertambangan batubara sama seperti di sektor mineral.

Selain soal perizinan, perusahaan berkode eminten ADRO ini pun menyoroti soal luas wilayah pertambangan. Nadira meminta, dalam PP tersebut tidak ada pembatasan luas wilayah usaha pertambangan menjadi hanya sebesar 15.000 hektare (ha).

Sebab, Nadira menilai bahwa Pasal 171 UU Minerba menjamin hak pemegang PKp2B untuk dapat mempertahankan luas wilayah usahanya. Apalagi, lanjutnya, hal mengenai kepastian perpanjangan PKP2B dan kelangsungan luas wilayah usaha ini juga telah disepakati oleh Pemerintah dalam amandemen PKP2B pada tanggal 17 Januari 2018.

"Berdasarkan hal diatas maka kami berharap agar kelangsungan operasi PKP2B dilaksanakan sesuai dengan luas wilayah saat ini tanpa membatasi sebesar 15.000 ha," ungkap Nadira.

Seperti diketahui, revisi PP Nomor 23 tahun 2010 ini pada pokoknya mengatur mengenai perizinan dan perubahan status PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Adapun, diluar PT Tanito Harum yang sudah habis kontrak pada 14 Januari 2019 lalu, ada tujuh PKP2B yang dalam beberapa tahun ke depan akan mengakhiri kontraknya.

Ketujuh PKP2B tersebut adalah perusahaan-perusahaan raksasa. Yakni PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia (13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (KPC) pada 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama (1 April 2022), PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), dan PT Berau Coal (26 April 2025).

Sebagaimana yang telah diberitakan Kontan.co.id, Menteri BUMN Rini Soemarno pada 1 Maret 2019 lalu mengirimkankan surat ke Menteri Sekretaris Negara. Pada pokoknya, Menteri Rini ingin memperkuat BUMN, supaya perusahaan pertambangan plat merah memiliki porsi atas pertambangan PKP2B yang akan habis kontrak tersebut.

Dihubungi terpisah, manajemen PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), perusahaan batubara yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh BUMN, tak menampik jika pihaknya berkeinginan untuk mendapatkan porsi lahan pertambangan dari perusahaan-perusahaan batubara raksasa tersebut. Meski demikian, Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan, hal itu baru akan dilakukan mengikuti keputusan dari pemerintah, serta apabila secara operasional dan keekonomian dinilai mengungtungkan.

"Kalau hasil kajian kita bagus dan menguntungkan secara bisnis maka kita pasti berminat," kata Arviyan kepada Kontan.co.id, Senin (1/4).

Hanya saja, lanjut Arviyan, saat ini pihaknya masih belum melakukan kajian. Lantaran belum ada keputusan dari pemerintah terkait dengan perizinan PKP2B dalam RPP yang dimaksudkan.

Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono masih tak mau memberi penjelasan terkait dengan progres paling update, dan kapan RPP itu akan diterbitkan. Bambang bahkan bilang, dirinya enggan berkomentar selama PP itu masih belum diterbitkan. "Peraturan-nya kan belum ada. Saya nggak mau jawab sebelum (PP) diresmikan," kata Bambang.

Selain itu, Bambang pun enggan berkomentar banyak soal keinginan BUMN untuk mendapatkan pertambangan batubara dari PKP2B yang akan habis kontrak. Namun, Bambang meyakinkan bahwa keinginan dari Kementerian BUMN itu tidak mengganjal terbitnya RPP tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×