Reporter: Muhammad Yazid, Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memastikan bahwa Jawa Tengah masih membutuhkan tambahan pembangkit listrik baru. Hal ini untuk mengantisipasi datangnya krisis listrik di Jawa Tengah karena beban yang terus bertambah. Apalagi, pada Selasa (30/9) lalu, terjadi pemadaman bergilir di Jawa Tengah khususnya daerah Ungaran, Semarang, Solo dan Yogyakarta akibat gangguan di PLTU Rembang.
Direktur Operasi Jawa, Bali dan Sumatera PLN Ngurah Adnyana bilang, gangguan tersebut dikarenakan terjadinya beban puncak, sehingga PLTU Rembang kehilangan daya sekitar 350 Megawatt (MW) hingga 500 MWKondisi tersebut mengakibatkan adanya pemadaman bergilir.
Gangguan pembangkit PLTU Rembang juga berimbas pada pembangkit di Tanjungjati, Jepara. Sementara di bagian lain, gardu induk di Pedan, Klaten saat ini tengah dalam perbaikan. "Sementara dalam perbaikan, aliran listrik kami pakai dari PLTU Tambak Lorok," jelasnya usai pameran Kelistrikan Indonesia 2014, Rabu (1/10).
Untuk mengatasi terjadinya pemadaman bergilir, PLN telah menggantikan penyaluran aliran listrik dari PLTU Tambak Lorok. Ia menilai, PLTU Tambak Lorok memiliki daya yang cukup besar hingga 1.000 MW sehingga membantu aliran tersebut. "Yang jelas, dengan adanya bantuan dari PLTU Tambak Lorok listrik Jawa Tengah sudah normal," jelasnya.
Ia menegaskan, Jawa Tengah memang memerlukan tambahan daya pembangkit listrik lebih besar untuk mengantisipasi terjadinya gangguan serupa. Kebutuhan listrik di Jawa Tengah bisa terbantu jika PLTU Batang beroperasi.
Namun, ia enggan memberikan penjelasan terperinci soal nasib PLTU Batang. "Soal pembangunannya jangan tanyakan saya," tukasnya.
Sebagai gambaran, pemerintah menargetkan pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 10.000 MW per tahun untuk memenuhi kebutuhan 240.000 MW pada 2031.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Susilo Siswoutomo mengatakan, pembangunan pembangkit ini harus terus dilakukan. "Tidak boleh terlambat. Kalau terlambat, kita bakal mengalami krisis listrik," ujarnya.
Menurut dia, saat ini, kapasitas daya terpasang pembangkit mencapai 50.000 MW. Sementara, pada 2022, kebutuhan daya listrik mencapai 125.000 MW dan 2031 meningkat hampir dua kali lipat menjadi 240.000 MW.
Artinya, Indonesia harus membangun pembangkit berkapasitas 10.000 MW per tahun. Dengan perkiraan biaya US$ 2 juta per MW, maka kebutuhan investasi untuk membangun pembangkit 10.000 MW per tahun mencapai USR 20 miliar dolar atau sekitar Rp 200 triliun per tahun.
Karena itu, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman bilang, pemerintah akan membuat program percepatan pembangunan pembangkit fast track programe (FTP) ketiga, dan seterusnya, hingga bisa memenuhi kebutuhan listrik 2031.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News