Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) resmi masuk dalam draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 sebagai bagian dari strategi transisi energi nasional.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa PLTN pertama Indonesia ditargetkan mulai beroperasi pada 2030 atau paling lambat 2032.
Baca Juga: Menteri ESDM Targetkan Pembangunan PLTN Mulai 2030
"Untuk PLTN kita targetkan mulai operasi pada 2030 atau 2032. Karena itu, semua regulasi terkait PLTN harus segera dipersiapkan," ujar Bahlil dalam sidang perdana Anggota DEN Tahun 2025, Kamis (17/4) lalu.
Anggota DEN dari unsur pemangku kepentingan, Agus Puji Prasetyono, mengungkapkan bahwa PLTN perdana dirancang memiliki kapasitas awal 2x250 Megawatt (MW).
Lokasi prioritas pembangunannya tersebar di beberapa provinsi, yakni Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, dan Pulau Halmahera.
“Setelah unit pertama dibangun, akan ada ekspansi dengan kombinasi reaktor berukuran besar, menengah, hingga kecil,” jelas Agus kepada Kontan, Selasa (22/4).
Pemerintah Akan Jadi Pengendali Proyek
Karena sifatnya yang strategis dan berisiko tinggi, proyek PLTN akan dikendalikan langsung oleh pemerintah.
Kerja sama internasional dalam bentuk Government to Government (G-to-G) pun akan menjadi prioritas.
Baca Juga: PLTN Masuk dalam RUKN Hingga 2060, Ini Kapasitas yang Direncanakan
“Pemerintah harus jadi pengendali. Oleh karena itu, kerja sama G-to-G sangat dibutuhkan,” lanjut Agus.
Untuk memimpin pembangunan dan pengoperasian PLTN, akan dibentuk organisasi khusus bersifat ad hoc bernama Nuclear Energy Program Implementing Organisation (NEPIO).
Lembaga ini akan mengoordinasikan kolaborasi lintas sektor agar pembangunan PLTN berlangsung efektif dan efisien.
Agus menambahkan, Indonesia perlu terlebih dahulu memiliki payung hukum sebelum menjalin kerja sama internasional dalam pengembangan PLTN.
“Misalnya jika ingin bekerja sama dengan Rusia, maka harus ada perjanjian kerja sama nuklir untuk tujuan damai antara kedua pemerintah,” jelasnya.
Baca Juga: Trump-Putin Bahas Nasib Ukraina Hari Ini: Wilayah dan PLTN Jadi Fokus Negosiasi
Potensi Mitra Internasional dan Transfer Teknologi
Sejumlah negara dinilai potensial menjadi mitra Indonesia dalam pengembangan PLTN, antara lain Amerika Serikat (AS), Rusia, Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, dan Kanada.
Direktur Utama PT PLN Enjiniring Chairani Rachmatullah membenarkan bahwa PLTN telah masuk dalam draf RUPTL 2025–2034.
PLN juga akan mengembangkan pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) lainnya seperti PLTS, PLTB, dan PLTA untuk menggantikan dominasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
“Komposisi pembangkit akan disesuaikan dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024–2060, di mana PLTS akan menjadi tulang punggung, disusul PLTB dan PLTA,” kata Chairani.
Baca Juga: Kementerian ESDM Ungkap Banyak Negara Kepincut Investasi PLTN di Indonesia
Indonesia Masih Bergantung pada Impor Reaktor
Meski memiliki rencana ambisius membangun PLTN, Indonesia saat ini masih bergantung pada impor teknologi reaktor nuklir.
Reaktor merupakan perangkat utama dalam mengendalikan reaksi fisi nuklir untuk menghasilkan energi listrik.
Agus menekankan pentingnya strategi jangka panjang agar Indonesia tidak terus menerus bergantung pada teknologi luar negeri.
“Kita harus siapkan tahapan agar ke depan bisa membangun PLTN Merah Putih sendiri. Maka dari itu, kontrak kerja sama harus memuat komponen transfer teknologi, pelatihan, local content, dan sistem pemeliharaan,” tutupnya.
Selanjutnya: Dana Pihak Ketiga Perbankan dari Nasabah Perorangan Terus Menyusut
Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (23/4): Cerah hingga Diguyur Hujan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News