Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
"Inisiatif itu sudah masuk ke major project dalam RPJMN 20202024, sehingga kami percaya bahwa Indonesia memiliki potensi tambahan PDB yang signifikan dari ekonomi digital, dengan proyeksi mencapai US$ 155 miliar pada 2025," paparnya.
Awalnya, implementasi Making Indonesia 4.0 menitikberatkan pada lima sektor, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, serta elektronik. Kelima sektor ini dianggap mewakili industri secara keseluruhan.
Namun demikian, Kemenperin ingin menambah dua sektor lagi sebagai pionir, yakni industri farmasi dan alat kesehatan. Sebab, saat ini sektor tersebut sedang mengalami permintaan tinggi, mengingat produk-produknya sedang dibutuhkan di tengah pandemi virus korona. Untuk itu, Menperin meminta kesiapan industrinya dengan ditopang ketersediaan SDM yang kompeten, selain penerapan teknologi modern.
Baca Juga: Bursa Asia menguat, kondisi politik Hong Kong bisa membalikkan posisi
"Ada yang menganggap, digitalisasi itu akan mematikan tenaga kerja. Namun sebaliknya, studi kami memperkirakan akan ada penambahan tenaga kerja yang cukup signifikan ketika sektor industri bisa mendorong digitalisasi," tandasnya.
Terkait PMI manufaktur Indonesia pada Juni 2020, menurut laporan IHS Markit, kelonggaran tindakan pencegahan Covid-19 di Indonesia cukup membantu memulihkan sektor manufaktur, tetapi tidak cukup untuk membendung penurunan lebih lanjut dalam produksi.
“Dengan ekspektasi kelonggaran PSBB lebih lanjut dan kembali ke normal, sentimen bisnis naik tajam ke level tertinggi sejak bulan Januari sebelum pandemi meningkat, karena perusahaan umumnya mengharapkan output naik pada tahun mendatang, ungkap Kepala Ekonom IHS Markit," Bernard Aw.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News