Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) menargetkan pertumbuhan bisnis tekstil di tahun 2017 sebesar 10%. Pasalnya, pemain dalam sektor hulu ini semakin merasakan penurunan daya beli yang disebabkan oleh berbagai faktor fluktuasi harga bahan baku dan persaingan impor.
"10% ini adalah pertumbuhan organik, moderat bukan target fantastis," kata Prama Yudha Amdan, Corporate Communication PT Asia Pacific Fibers Tbk saat dihubungi KONTAN, Rabu (5/7).
Target moderat ini sebenarnya sudah ditetapkan oleh perusahaan filamen dan benang ini sejak dua tahun terakhir. Tekanan bisnis yang dihadapi di antaranya disebabkan harga minyak dunia yang melemah. Tak hanya itu, tren pasar yang kian condong ke produk impor sejatinya melemahkan penyerapan produk tekstil karya industri dalam negeri.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat, permintaan pasar tekstil di kuartal II 2017 anjlok hingga 30% dibanding kuartal sebelumnya. Padahal momen Idul Fitri dan puasa biasa memberikan dorongan hingga 30% penjualan.
"Untuk periode Lebaran dan puasa ini, kita menurunkan kapasitas produksi. Karena pembeli kita, industri antar tekstil, juga mengurangi produksinya," kata Yudha.
Proteksi Industri Tekstil
Yudha melanjutkan bahwa terdapat dua solusi yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menghidupkan kembali industri tekstil. "Pertama adalah proteksi terhadap industri domestik, kedua peningktan daya saing melalui revitaliasi," katanya.
Menurut Yudha, pemerintah seharusnya memiliki kebijakan untuk mengenjot penyerapan produk dalam negeri. Pabrik POLY misalnya, memiliki kapasitas untuk menghasilkan benang filamen khusus anti api dan untuk keperluan biomedis. Untuk komoditas khusus ini, POLY kebanyakan melakukan ekspor untuk keperluan pasar Eropa, Turki dan Brazil.
"Industri kita mampu memproduksi benang spesial, namun membutuhkan investasi. Karena itu banyak industri dalam negeri yang masih memilih impor," jelas Yudha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News