Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Perayaan Hari Susu Nusantara yang jatuh pada 1 Juni 2016 diharapkan menjadi refleksi bagi pemerintah untuk memikirkan nasip peternakan sapi perah nasional yang saat ini dalam kondisi mati suri.
Pasalnya, produksi susu segar relatif tidak mengalami kenaikan yang berarti selama 15 tahun terakhir.
Saat ini rata-rata produksi susu sapi per hari cuma sekitar 1.600 ton hingga 1.800. Produksi ini hanya memenuhi 18% dari kebutuhan susu nasional. Akibatnya, impor menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Teguh Boediyana Ketua Dewan Persusuan Nasional (DPN) mengatakan, populasi sapi perah di Indonesia saat ini menurun drastis.
Data hasil Sensus Sapi dan Kerbau yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2011 menunjukkan bahwa populasi sapi perah sebanyak 597.000 ekor termasuk sapi jantan.
Dari sensus Pertanian yang dilaksanakan BPS di tahun 2013 diperoleh data populasi sapi perah turun drastic menjadi 444.000 ekor termasuk sapi jantan.
"Diperkirakan jumlah sapi perah betina hanya sekitar 300.000 ekor dan yang laktasi sekitar 200.000 ekor. Terdapat sekitar 100.000 peternak sapi dengan skala pemilikan dua hingga empat ekor per peternak," ujar Teguh, Senin (30/5).
Teguh menjelaskan, saat ini produksi susu segar hanya mampu memenuhi sekitar 18% dari kebutuhan susu nasional.
Menurut perhitungan Asosiasi Industri Pengolahan Susu ( AIPS) di tahun 2020 yang akan datang diperkirakan produksi susu segar dalam negeri hanya memenuhi sekitar 10% kebutuhan susu nasional. Di tahun 2020 dan tahun berikutnya, sekurang-kurangnya per tahun harus diimpor 5,9 juta ton setara susu segar dengan nilai sekitar Rp 30 triliun.
Melihat kondisi ini, Teguh mengatakan, DPN mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah nyata.
Langkah itu berupa: Pertama, segera menerbitkan payung hukum setara Peraturan Presiden sebagai pengganti Instruksi Presiden No. 2 tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan.
Kedua, meningkatkan populasi melalui impor sapi perah dengan pola subsidi sekurang-kurangnya Rp 20 juta per ekor agar sapi tersebut masih layak untuk kredit dengan tingkat bunga maksimal 4 % per tahun, grace periode satu tahun dan jangka waktu kredit 7 tahun. "Subsidi harus dilakukan mengingat harga sapi perah impor pada kisaran 35 ekor hingga 40 juta per ekor," imbuhnya.
Menurutnya, program ini sekaligus untuk secara bertahap meningkatkan skala pemilikan sapi menuju skala ideal.
Ketiga, segera mengambil keputusan politik melaksanakan program Susu untuk Anak Sekolah berbasis susu segar. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan pemasaraan susu ke IPS , dan di sisi lain untuk meningkatakan kualitas fisik dan kecerdasan generasi muda.
Keempat, membantu pengadaan infrastruktur untuk usaha peternakan sapi perah antara lain untuk menjamin ketersediaan air bersih. Kelima memerintahkan BUMN tertentu untuk melakukan usaha pembesaran pedet sapi perah untuk menjamin ketersediaan sapi perah pengganti yang berkualitas .
Keenam membangun pabrik pakan ternak sekurang-kurangnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur untuk memproduksi complete feed.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News