kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Potensi ekspor produk olahan sawit masih besar


Selasa, 19 September 2017 / 19:39 WIB
Potensi ekspor produk olahan sawit masih besar


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin), Rapolo Hutabarat mengungkap, saat ini terjadi kecenderungan kenaikan ekspor untuk produk turunan minyak kelapa sawit.

Menurutnya, produk olahan yang diekspor keluar negeri sudah mencapai sekitar 70% dari keseluruhan produk minyak sawit.

Oleokimia sebagai produk turunan dari minyak sawit mentah (CPO) serta minyak inti kelapa sawit (PKO) juga memiliki potensi yang besar untuk diekspor ke negara lain. Berdasarkan data Apolin terdapat 3,66 juta ton produk oleokimia yang diekspor pada semester I 2017.

Nilai ekspor tersebut senilai US$ 2,6 miliar. Hingga akhir tahun diproyeksikan jumlah ekspor produk oleokimia akan meningkat menjadi 3,9 juta ton dengan nilai US$ 2,9 miliar.

Menurut Rapolo, saat ini produk oleokimi Indonesia diekspor ke hampir seluruh dunia, khususnya China, India, Uni Eropa, Amerika, Amerika Latin, Afrika, dan negara-negara di Timur Tengah.

"Potensinya hampir ke penjuru dunia, dan akan terus berkembang. Hal ini dikarenakan oleokimia digunakan untuk kebutuhan farmasi, serta kebutuhan rumah tangga," ungkap Rapolo kepada KONTAN.co.id, Selasa (19/9).

Meski begitu, Rapolo tidak menampik terdapat tantangan yang mungkin dihadapi oleh Indonesia dalam mengekspor produk turunan CPO, terlebih oleokimia. Salah satu contohnya adalah kebijakan India yang menaikkan bea masuk impor sebesar dua kali lipat untuk produk minyak sawit serta turunannya.

Untuk CPO bea masuk impor meningkat menjadi 15% dari 7,5%, sementara bea masuk untuk produk oleokimia meningkat menjadi 25% dari sebelumnya 12,5%.

Rapolin berharap, negara lain tidak menerapkan kebijakan yang sama seperti India. Karena menurutnya tindakan tersebut tidak adil dalam usaha dagang masing-masing negara. "Kami berharap mudah-mudahan tindakan India tidak menular kepada yang lain. Mereka kan itu karena kalah bersaing dalam berdagang saja. Jadi berbagai trade barrier dicoba untuk mengganggu pasar Indonesia," tandas Rapolo. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×