Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak mengusulkan perubahan penghitungan pajak penghasilan (PPh) properti dari semula pajak final menjadi pajak berbasis pembukuan alias non final. Pengembang properti kompak berpendapat penerapan pajak non final bakal menyita waktu.
Pertimbangan utama pengembang properti adalah kepraktisan implementasi di lapangan. Penerapan PPh non final bakal membutuhkan waktu lebih panjang bagi petugas pajak untuk memerika pembukuan. Akibatnya pengembang properti juga harus mau meluangkan waktu lebih banyak untuk melayani petugas pajak.
"Kalau diubah pun sebetulnya kami tidak dirugikan secara materi, hanya saja pengembang akan repot melayani petugas pajak ini," kata Harun Hajadi, Direktur Ciputra Group kepada KONTAN, Rabu (26/4).
Segendang sepenaringan, Indaryanto, Direktur Keuangan PT PP Properti Tbk bilang penerapan PPh non final tak efisien waktu. Gambarannya, petugas pajak akan memeriksa pembukuan PP Properti setiap akhir periode. Pengecekan petugas pajak tersebut mulai dari penjualan hingga laba.
Sementara, pada saat yang bersamaan PP Properti memeriksakan laporan keuangannya kepada akuntan publik. Dus, PP Properti lebih memilih penarikan pajak berdasarkan basis pajak final dengan besaran PPh 2,5% seperti saat ini.
Pertimbangan meeka, proses administrasinya lebih sederhana. Sementara Olivia Surodjo, Direktur Keuangan PT Metropolitan Land Tbk berpendapat, dampak penerapan PPh non final bagi pengembang akan tergantung pada tingkat pajak yang dikenakan. "Kalau dengan tax rate yang sekarang malah negatif ke kami kalau diubah ke non final," katanya.
Adapun Theresia Rustandi, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk memilih lempeng mengikuti kebijakan pemerintah. Menurutnya, setiap kebijakan pemerintah pasti sudah melalui kajian mendalam.
Potensi kecurangan
Selain perkara ribet administrasi, pengembang properti mengatakan penetapan PPh non final malah berpotensi membuka ruang bagi petugas pajak dan wajib pajak untuk melakukan kecurangan. Ujunganya, target penerimaan pajak justru tak akan tercapai. "Dulu ide pajak final ini untuk memudahkan kantor pajak agar mendorong penerimaan pajak," tuturnya.
Namun tak semua dampak penerapan PPh final kurang baik. Penerapan pajak non final bakal menguntungkan bagi perusahaan yang mengalami kerugian. Sebab, pajak hanya diperuntukkan bagi perusahaan yang untung. Sebaliknya dengan PPh final, setiap perusahaan wajib kena gunting pajak.
Sekadar catatan, Kementerian Keuangan (Kemkeu ) akan merevisi Undang-Undang PPh. Salah satu rencananya adalah mengubah tarif pajak penghasilan (PPh) dan mengubah basis penghitungan pajak. Ada dua usulan.Pertama, usulan penurunan tarif PPh Badan. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu melihat, PPh badan bisa turun sebesar 2% atau kurang.
Kedua, usulan penghapusan penghitungan PPh final untuk beberapa sektor industri diiantara konstruksi dan properti. Pajak mengusulkan hitungan pajak berbasis pembukuan, tak lagi pajak final seperti yang berlaku saat ini. npenetapan PPh non-final berpotensi memberi jalan kecurangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News