Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri tekstil lokal di ujung tanduk seiring maraknya gempuran produk impor tekstil murah asal China. Salah satu saluran penjualan tekstil impor ini secara online dengan melakukan praktik predatory pricing.
Seperti diketahui, Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki menduga, adanya praktik predatory pricing atau jual rugi, terutama barang-barang dari luar negeri yang menyebabkan terpukulnya industri teksil di dalam negeri.
Asal tahu saja, predatory pricing adalah praktik bisnis ilegal yang menetapkan harga suatu produk terlalu rendah untuk menghilangkan persaingan. Secara sederhana, penjual atau produsen melakukan banting harga, tak peduli meskipun rugi, supaya bisa mematikan para pesaingnya di pasar yang sama.
Baca Juga: Istana Bahas TikTok Shop
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, barang-barang ini bukan hanya predatory pricing saja, lebih dari itu memang barang ilegal.
Redma menerangkan, dari China memang predatory pricing, mereka jual murah di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP) karena memang over stok. Tapi masuk ke Indonesia pakai praktik borongan, tidak bayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN), bea masuk, dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP).
"Untuk saat ini, perusahaan tekstil yang tutup sudah lebih dari 20, yang kurangi produksi sudah lebih dari 300 perusahaan, PHK sudah lebih dari 150 ribu pekerja. Ini belum termasuk IKM ya," kata Redma saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (25/9).
Redma berharap, pemerintah wajib membenahi kinerja bobrok dari bea cukai untuk menangkap semua oknum pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kegiatan importasi ilegal.
Sebab, kata dia, barang-barang impor murah yang dijual online maupun offline semua masuk secara ilegal. Aturan sebanyak dan seketat apa pun, jika kinerja bobrok dari Bea Cukai tidak diperbaiki, maka barang impor murah tetap akan membanjiri pasar dan mengganggu industri TPT di Tanah Air.
Baca Juga: Industri Tekstil di Jabar Terancam Berhenti, Ini Penjelasan MenkopUKM
Sementara itu, Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB), Nandi Herdiaman menuturkan, banjirnya produk impor berdampak besar ke hilir lantaran pihaknya selalu bekerja sama dengan para penjual grosir dan reseller online.
Ia menjelaskan, Industri Kecil Menengah (IKM) konveksi setelah lebaran sampai sekarang terus menurun jumlah pasanan dari grosir-goris yang akhirnya sudah terjadi banyak pengurangan tenaga kerja.
"Di Bandung, rata-rata setiap pelaku usaha konveksi rumahan sudah melakukan pengurangan tenaga kerja sebesar 50% -60%," kata Nandi saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (25/9).
Ia menegaskan, pemerintah perlu membatasi impor produk dari China dan memberikan perlindungan khusus untuk produk impor yang dijual di aplikasi-aplikasi online agar IKM bisa bangkit lagi.
Adapun, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan, project S di TikTok memang sangat membahayakan dan dapat menghancukrna pelaku UKM di Indonesia yang akhirnya berimbas ke hulu.
Baca Juga: TikTok Shop Bikin Pengunjung Tanah Abang Sepi
Menurutnya, langkah yang perlu dilakukan adalah trade barrier. Instrumen trade barrier harus digunakan untuk melindungi IKM, contohnya menerapkan larangan atau pembatasan untuk importasi tekstil dan pakaian jadi.
"Dan untuk pakaian jadi aturan pemeriksaan importasi diubah dari post border menjadi border," pungkas Jemmy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News