Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok.
Oleh karena itu, alternatif yang merupakan hasil inovasi tersebut dapat dijadikan pilihan untuk beralih bagi perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti dari kebiasaannya.
Untuk memaksimalkan potensinya, maka produk tembakau alternatif perlu diperkuat dengan regulasi yang berbasis profil risiko.
Ketua Asoasiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto menjelaskan, produk tembakau alternatif menerapkan konsep pengurangan bahaya tembakau sehingga memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok. Dengan profil risiko yang rendah, maka pemerintah seharusnya menghadirkan regulasi khusus bagi produk tersebut.
Baca Juga: Tarif Cukai Naik, Prevalensi Perokok Bisa Turun?
"Produk tembakau alternatif memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok karena tidak melalui proses pembakaran sehingga produk ini tidak mengandung TAR. Oleh karena itu, semakin rendah profil risiko dari sebuah produk, semestinya aturannya juga semakin tidak membatasi,” kata Aryo dalam keterangan resminya, Rabu (30/11).
Dalam kajian Global State of Tobacco Harm Reduction (GSTHR): The Right Side History pada 2022, menyebutkan bahwa produk tembakau alternatif menjadi pendekatan yang paling populer untuk mengurangi bahaya tembakau.
Ini merupakan seri laporan dua tahunan dari Knowledge Action Change (KAC), lembaga kajian kesehatan masyarakat, yang berbasis di Inggris.
“Setelah kajian No Fire, No Smoke pada 2018 dan Burning Issues pada 2020, kajian ketiga ini membahas strategi yang dapat mempercepat penghentian merokok guna mengurangi penyakit dan kematian akibat rokok di seluruh dunia. Salah satunya dengan inovasi teknologi untuk menghasilkan produk tembakau alternatif sebagai upaya pengurangan risiko kesehatan,” ujar Harry Shapiro, penulis kajian tersebut.
Fokus utama kajian ini adalah meninjau secara sistematis cara yang berisiko lebih rendah dalam mengonsumsi nikotin. Perokok bisa menerapkan pengurangan bahaya dengan memanfaatkan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
Kajian tersebut menyebutkan bahwa penyakit yang berhubungan dengan merokok tidak disebabkan oleh nikotin, tetapi TAR atau bahan kimia yang dihasilkan saat tembakau dibakar.
Baca Juga: Anggota Komisi XI DPR Dukung Ekstensifikasi Cukai Ketimbang Kenaikan Tarif CHT
Rokok elektrik menerapkan sistem pemanasan dan hasil dari penggunaannya berupa uap. Oleh karena itu, produk ini terbukti lebih rendah risiko kesehatan daripada rokok.
“Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), delapan juta orang meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan merokok setiap tahunnya. Produk tembakau alternatif dan penggunaan nikotin dengan bijak secara signifikan dapat mengurangi dampak buruk akibat konsumsi tembakau,” kata Shapiro.
Oleh karena itu, pengurangan bahaya tembakau melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif merupakan intervensi terhadap kesehatan masyarakat berbasis bukti ilmiah.
“Pengurangan bahaya tembakau dengan memberikan perokok produk-produk alternatif memiliki potensi untuk menyelamatkan nyawa lebih banyak lagi,” lanjut Shapiro.
Lebih lanjut, kajian ini turut menyoroti lambatnya regulasi tentang produk tembakau alternatif di banyak negara. Sebab, pengawasan dan pengaturan tentang produk tembakau alternatif dapat menjadi acuan bagi produsen serta konsumen. Pemangku kepentingan perlu segera membuat regulasi khusus produk tembakau alternatif yang berkaitan dengan pengurangan bahaya tembakau.
Penentangan terhadap keberadaan regulasi tersebut dapat menyebabkan penyebaran informasi yang salah di masyarakat.
“Setiap perokok memiliki hak untuk mengakses produk berisiko rendah yang telah terbukti menjadi salah satu alat paling efektif untuk beralih dari kebiasaan merokok. Untuk itu, pengurangan bahaya tembakau dengan penggunaan produk tembakau alternatif adalah upaya pengendalian risiko yang tepat,” pungkas Shapiro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News