kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.510.000   -4.000   -0,26%
  • USD/IDR 15.565   -65,00   -0,42%
  • IDX 7.789   16,39   0,21%
  • KOMPAS100 1.206   -1,84   -0,15%
  • LQ45 954   -7,01   -0,73%
  • ISSI 236   1,17   0,50%
  • IDX30 492   -2,07   -0,42%
  • IDXHIDIV20 588   -4,32   -0,73%
  • IDX80 137   -0,37   -0,27%
  • IDXV30 143   0,88   0,62%
  • IDXQ30 163   -1,25   -0,76%

Produksi kopi luwak menjadi tren petani kopi


Senin, 06 April 2015 / 13:25 WIB
Produksi kopi luwak menjadi tren petani kopi
ILUSTRASI. Aktivitas karyawan di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Mona Tobing | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Kopi Indonesia tengah naik daun di kancah internasional. Selain kopi robusta dan kopi arabika, specialty coffee asal Indonesia juga banyak digemari. Harga jual specialty coffee yang tinggi mendorong petani kopi menanam kopi, salah satunya petani kopi asal Bali yang giat memproduksi kopi luwak arabica.

Ditjen Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Kementerian Pertanian (Kemtan) mencatat, Koperasi Serba Usaha (KSU) Bale Dana Mesari asal Bali dengan lahan seluas 0,8 Ha memiliki 27 ekor luwak yang dilepas. Dengan jumlah itu produktivitas cukup tinggi sekitar 4 kg kopi mentah per hari.

Untuk mendapatkan kualitas produksi kopi luwak arabica yang bagus. Petani kopi setempat memiliki tekhnik pemetikan yang khas. Yakni, pada saat pemetikan atau panen menggunakan pola petik merah yang langsung diolah melalui mesin. Hal ini dilakukan guna menjaga keaslian aroma.

Ini turut menunjang harga jual kopi luwak. Kopi yang dihasilkan dari pencernaan tidak sempurna hewan musang luwak menjadi kopi termahal di pasaran dunia. Harga jual kopi luwak mencapai harga US$ 100 hingga US$ 800 per pon atau sekitar Rp 1 juta hingga Rp 8 juta untuk setengah kilogram (kg).

Budidaya kopi luwak memang menjadi trend petani kopi di Indonesia saat ini. Sayang Amerika Serikat (AS) jusru menolak produk kopi luwak asal Indonesia. Alasannya karena budidaya musang yang dilakukan tidak sepenuhnya dilakukan secara alami.

Azwar Abu Bakar, Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar Kemtan mengakui, memang masih ada pembudidaya luwak yang tidak dilakukan secara alami. Tapi ia meyakini jumlahnya amat kecil. Budidaya tetap dilakukan di alam hanya saja memang dibuat pembatas.

"Bukan dengan cara dikandangkan lalu musangnya dipaksa untuk makan biji kopi. Budidaya luwak di Lampung misalnya tetap dilakukan di alam meski memang dibatasi pagar," Azwar menjelaskan.
                   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM) Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet

[X]
×