Reporter: Handoyo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
CIREBON. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memacu budidaya rumput laut di wilayah Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Dengan kontribusi nasional yang kecil, hanya 2,4% atau 2.300 ton per tahun, potensi budidaya rumput laut di Pantura masih sangat besar.
Slamet Subiakto, Direktur Jenderal Perikanan KKP, mengatakan, meski produktivitas rumput laut di Pantura relatif kecil dibandingkan Sulawesi Selatan, potensinya besar. Apalagi, kadar garam di wilayah itu di kisaran 15-20 ppt sehingga cocok untuk pengembangan rumput laut. “80% produksi rumput laut Pantura berjenis gracilaria," katanya, akhir pekan lalu.
Selain rumput laut, Pantura juga berpotensi untuk pengembangan sektor kelautan yang lain, seperti udang, bandeng, dan ikan patin. Tanpa menyebut berapa besar potensinya, Slamet mengatakan, saat ini luas tambak budidaya di wilayah Cirebon mencapai 15.000 hektare (ha).
Potensi besar budidaya rumput laut juga didukung oleh harganya yang terus mengalami kenaikan. Menurut Slamet, saat ini harga rumput laut gracilaria kualitas 1 (KW1) Rp 4.000 per kilogram (kg), sementara KW2 Rp 3.600 per kg. Harga ini cenderung mengalami kenaikan dibandingkan awal tahun lalu yang sebesar Rp 3.000 per kg.
Menurut Kulsum Casrun, Sekretaris Kelompok Petambak Ambulu Jaya, Cirebon, hasil budidaya rumput laut di Pantura selama ini dipasarkan untuk industry tepung agar-agar, seperti PT Agarindo Bogatama.
Bahkan, menurut Efendy Tjoeng, Presiden Direktur PT Agarindo Bogatama, volume pembelian rumput laut perusahaannya dari petani rumput laut di Cirebon mencapai sekitar 500 ton per bulan.
Potensi rumput laut yang besar inilah yang memacu tekad Sharif Cicip Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan, mendorong produksi rumput laut. Tahun ini, KKP menargetkan produksi rumput laut 5,1 juta ton, naik 18,6% dibandingkan tahun lalu sebanyak 4,3 juta ton.
Dari jumlah itu sebanyak 95.200 ton merupakan rumput laut gracilaria dan sisanya jenis cotonii. Rumput laut jenis cotonii merupakan rumput laut yang dibudidayakan di perairan laut, sedangkan gracilaria dibudidayakan di tambak-tambak.
Jika target itu tercapai, Cicip mengatakan, Indonesia berpotensi menjadi produsen terbesar rumput laut dunia. "Indonesia bisa menggusur Filipina yang saat ini masih sebagai negara penghasil rumput laut terbesar," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News