Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kabar baik bagi produsen minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Pemerintah Pakistan bersedia menerapkan barter (trade off) bea masuk (BM) jeruk kino dengan CPO asal Indonesia. Kesepakatan ini dicapai setelah melalui proses negosiasi Preferential Trade Agreement (PTA) yang cukup alot.
Rencananya, Indonesia dan Pakistan akan meneken kesepakatan barter itu pada akhir Maret ini. Kesepakatan ini berlaku efektif sejak diteken. "Pakistan sudah sepakat menurunkan BM CPO Indonesia dari 10% menjadi 5%," kata Gusmardi, Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan, Senin (16/3).
Pengusaha CPO menyambut baik kesepakatan trade off jeruk kino dengan CPO ini. Pengusaha menilai, adanya trade off ini bakal menggairahkan kembali aktivitas ekspor CPO ke Pakistan.
Apalagi, saat ini permintaan ekspor sedang melemah sehingga harga CPO menjadi tidak stabil. "Kami sudah menunggu kesepakatan ini. Setelah disepakati, mesti langsung perlu direalisasikan," kata Max Ramajaya, Manager Pengembangan Bisnis Wilmar Internasional, kemarin (16/3).
Asal tahu saja, saat ini Malaysia menguasai pasar CPO Pakistan. Indonesia hanya kebagian 30% pasar. Tahun 2008, misalnya, ekspor CPO ke Pakistan hanya 437.000 ton. Posisi Malaysia bisa dominan lantaran CPO asal negeri jiran itu hanya terkena bea masuk impor 5%.
Trade off diperluas
Sebaliknya, CPO asal Indonesia terkena BM impor 10%. Dengan BM sebesar itu, ekspor CPO Indonesia terkena biayai sebesar 9.100 rupee per ton.
Kondisi ini membuat CPO Indonesia kalah bersaing dengan CPO Malaysia. "Tapi, sekarang kami juga mendapat BM 5% sama seperti Malaysia. Makanya, kami bertekad merebut lagi pasar yang diambil Malaysia," ucap Max.
Selain di Pakistan, pemerintah sepertinya masih akan mengupayakan trade off dengan negara lain, seperti Chili dan Tunisia. Pemerintah menempuh langkah ini agar tidak tertinggal dengan negara lain, terutama ASEAN yang kini gencar melakukan trade off.
Sayang, pemerintah masih merahasiakan komoditi apa saja yang akan ditawarkan ke Chili dan Tunisia. "Kalau tidak cepat, nanti negara lain mendahului. Kami tidak mau terjadi seperti itu. Sekarang, kami sedang joint study dengan mereka," tutur Gusmardi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News