kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Stok Produksi CPO Masih Tinggi


Jumat, 20 Februari 2009 / 14:31 WIB
Stok Produksi CPO Masih Tinggi


Reporter: Nurmayanti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kondisi industri minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) domestik belum juga membaik. Hingga Januari lalu, stok produsen CPO masih tinggi, yakni berkisar 1,8 juta ton. Ini di atas rata-rata stok normal yang sebanyak 1,2 juta - 1,4 juta ton. Stok CPO menumpuk karena turunnya permintaan pasar domestik dan ekspor.

Di pasar domestik, tingkat utilisasi industri terus menurun. Jika tahun 2007 utilisasi 54%, maka di 2008 utilisasi merosot menjadi 50%. “Jika produsen cenderung mengekspor CPO ketimbang menjual ke pasar domestik, utilisasi tahun ini pasti turun lagi," ujar Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, Kamis (19/2).

Di pasar ekspor , penurunan permintaan terbesar berasal dari 18 negara Uni Eropa (UE). Tahun 2007, ekspor CPO dari Indonesia dan Malaysia ke UE mencapai 1,2 juta ton. Tahun lalu, jumlahnya merosot menjadi 800.000 ton. Belum lagi India dan Pakistan yang mengalihkan konsumsi minyak nabati dari CPO ke minyak matahari dan kedelai.

Menurut GIMNI salah satu solusi agar stok tak kelewat menumpuk adalah pemerintah mempercepat program wajib pasok biodisel dalam negeri. Agar, "Terjadi penyerapan CPO untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," ujar Sahat. Program ini belum lancar lantaran produsen belum pas soal patokan harga beli.

Saat ini, harga CPO berkisar US$ 540-US$ 590 per ton. ”Tahun lalu, harga CPO tinggi karena harga minyak dunia naik. Tahun ini, orang tak mungkin berspekulasi. Kami perkirakan harga rata-rata tahun ini US$ 540 - US$ 590 per ton,” kata Sahat.

Penurunan harga CPO sebenarnya kabar baik bagi produsen produk olahan minyak goreng. Toh itu belum membuat penyerapan CPO oleh industri minyak goreng naik. "Kami masih melihat situasi harga CPO seperti apa nantinya," kata Manajer Umum PT Musim Mas Group Vimala Putra.

Untuk menguatkan industri CPO, GIMNI juga telah mengusulkan bea keluar produk olahan CPO lebih rendah dari bahan bakunya, agar ada keseimbangan penyerapan pasar domestik dan ekspor. Usulan itu mentah seiring penerapan bea keluar CPO sebesar 0%.

Terkait kebijakan Letter of Credit (L/C) yang kemungkinan menjadi solusi pengereman ekspor CPO, Sahat menilai kebijakan ini masih menjadi dilema. “Pembeli kami jadi punya ongkos ekstra. Hal ini otomatis bisa mengurangi harga jual kami,” ujar Sahat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×