Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah pelemahan ekonomi, industri kaleng turut mendapatkan pengaruh dari penurunan permintaan kemasan. PT Ancol Terang Metal Printing Industri misalnya, beberapa produk seperti kaleng semir, tutup botol kaca dan sirup harus turun penjualannya.
Namun di sisi lain, kaleng kemasan sarden mengalami peningkatan yang cukup kuat. Arif Junaidi, COO PT Ancol Terang Metal Printing Industri sampai harus memaksimalkan lini produksi kaleng kemasan sardennya.
Hanya saja perusahaan terbatas oleh bahan baku yang harus melalui perijinan dan penguotaan oleh pemerintah, di tengah lonjakan permintaan. "Beberapa bulan lalu kami minta kuota impor bahan baku, tinplate, sekitar 1.000 ton dan langsung habis terserap pasar," ujar Arif kepada Kontan.co.id, Jumat (7/8).
Baca Juga: Tangkal Covid-19, Wings Group luncurkan produk disinfektan baru
Impor dilakukan lantaran produsen tinplate satu-satunya di Indonesia, PT Pelat Timah Nusantara Tbk (Latinusa) hanya punya kapasitas produksi 150.000 ton per tahun, sementara kebutuhan industri dalam negeri mencapai 250.000 ton per tahunnya. Selain itu industri kaleng juga dibatasi oleh kuota impor yang menyulitkan pabrikan mendapatkan bahan baku, satu pabrik rata-rata hanya mendapatkan kuota 2.000 ton per tahun.
Akibatnya saat ini Ancol Terang masih terus mengurus perijinan impor tinplate lagi, dikarenakan kebutuhan yang mendesak, kata Arif perusahaan mengajukan ijin kuota sekitar 15.000 ton tinplate oleh karena prediksi permintaan kaleng kemasan masih tinggi sampai Mei tahun depan.
Saat ini menurut Arif yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Asosiasi Produsen Kemasan Kaleng Indonesia (APPKI), ada empat pabrik kaleng yang mampu memproduksi untuk kebutuhan kemasan sarden. Kapasitas produksinya sekitar 50 juta pieces per bulan, kurang lebih sama dengan kapasitas produksi pengalengan ikan sarden lokal.
Sayangnya bahan baku kaleng cukup terbatas untuk didapatkan. "Hal ini berpengaruh ke industri pengalengan ikan yang kesulitan mendapatkan kemasan. Saat itu ada yang mengatakan bahwa pasokan ikannya banyak hanya saja kalengnya kurang, maka tak lama kemudian mulai muncul impor kaleng utuh dari China," ungkap Arif.
Baca Juga: Operasional food estate di Kalteng akan dimulai pada Oktober 2020
Jumlah yang diimpor sangat besar, hingga jutaan pieces, yang sangat disayangkan APPKI karena industri lokal sudah cukup memadai memenuhi kebutuhan industri pengalengan ikan. Untuk itu asosiasi berharap ada kontrol terhadap impor ini, jangan sampai merugikan pabrikan kaleng dalam negeri.
Asosiasi juga berharap pemerintah dapat membantu dan mendorong Latinusa sebagai satu-satunya produsen tinplate untuk meningkatkan buffer stock nya agar bisa diserap oleh industri dalam negeri. "Kalau tidak tentu yang kami harapkan ada kemudahan untuk melakukan impor tinplate, karena kami punya kemampuan memproduksi kaleng tersebut," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News