kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produsen Makanan dan Minuman Mulai Beli Rafinasi Lokal


Rabu, 10 September 2008 / 19:49 WIB
Produsen Makanan dan Minuman Mulai Beli Rafinasi Lokal


Reporter: Havid Vebri,Hikmah Yanti | Editor: Test Test

JAKARTA. Produsen gula rafinasi nasional tengah menangguk berkah dari pembatasan impor gula rafinasi. Sejak ada pembatasan impor itu, gula rafinasi buatan lokal banyak diburu produsen makanan dan minuman.

Hingga saat ini sudah ada sekitar 15 perusahaan makanan dan minuman yang meneken kontrak pembelian dengan produsen gula rafinasi lokal. Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) M. Yamin menuturkan, harga gula rafinasi yang disepakati dalam kontrak pembelian itu sebesar Rp 5.400 per kg. Harga rafinasi lokal itu lebih murah dibanding impor yang mencapai Rp 5.700 per kg. Ada pun mengenai suplai yang sepakati dalam kontrak berbeda-beda setiap perusahaan. "Tergantung kebutuhan produsen makanan dan minuman. Yang jelas, kami siap memasok. Jadi jangan khawatir masalah suplai," ujarnya ke KONTAN, Rabu (10/9).

Menurut Yamin, dalam beberapa hari ke depan masih banyak produsen makanan dan minuman yang akan meneken kontrak pembelian gula rafinasi. "Hari ini ada 30 perusahaan yang akan teken kontrak. Hari Jumat (12/9) nanti ada lagi sekitar 20 perusahaan," ujar Yamin. Ia menuturkan, pengurangan impor gula rafinasi memaksa produsen makanan dan minuman melirik rafinasi lokal. Minimal, mereka akan membeli dari produsen gula rafinasi dalam negeri sebanyak pemangkasan impor yang besarnya mencapai 200.000 ton. "Tapi kami masih ragu, apa iya mereka mau membeli sebanyak itu," kata Yamin.

Nah, belakangan pemerintah memangkas izin kuota impor tersebut. Keputusan itu diambil setelah para petani tebu berteriak-teriak dan meminta pemerintah segera mengurangi jumlah impor gula rafinasi. Sontak saja, keputusan pemerintah itu ditentang Forum Industri Pengguna Gula (FIPG). Mereka mengeluhkan keputusan pemerintah itu. Alasannya, produksi gula rafinasi di dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman di dalam negeri.

Mereka juga menilai kualitas gula rafinasi lokal masih kurang bagus. “Tingkat kemanisannya lebih rendah dari gula impor," kata Ketua FIPG Franky Sibarani di Jakarta, belum lama ini. Thomas Darmawan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) mengakui, kualitas gula rafinasi lokal lebih rendah dibanding rafinasi impor. Selain itu, ia juga menyangsikan kesanggupan produsen rafinasi lokal dalam memasok kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman. "Jadi sebenarnya menyesalkan pembatalan impor ini," kata Thomas, kemarin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×