Reporter: Agung Hidayat | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - Produsen semen kini kurang bersemangat. Pasalnya mereka menaksir permintaan semen pada tahun ini hanya 70 juta ton, lebih rendah dibandingkan dengan prediksi dari Kementerian Perindustrian yang mencapai 102 juta ton. Alhasil akan terjadi kelebihan pasokan (over supply).
Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) Agung Wiharto memperkirakan, kelebihan pasokan tahun ini sekitar 15 juta-20 juta ton dengan catatan semua pabrik mengoptimalkan kapasitas produksi. Menurutnya kebutuhan semen di semester I-2017, tidak banyak berubah dibandingkan tahun lalu.
Saat ini semua pabrik Semen Indonesia memiliki utulisasi 85%, dan belum akan dinaikkan. Jika ditambah dengan pabrik SMGR yang baru di Rembang, maka total kapasitas terpasang mencapai 37 juta ton per tahun.
Agung enggan memperinci saat ditanya berapa total produksi SMGR sampai semester dua nanti. Ia hanya menyebut, penjualan SMGR di semester dua hampir sama dengan paruh pertama 2017, yakni sekitar 12,8 juta ton.
Pandangan senada soal pasar semen tahun ini juga diungkapkan Managing Director Bosowa Semen, Rachmat Kaimuddin. Rachmat menyebut, sama halnya dengan industri semen lainnya, penjualan Semen Bosowa pun cenderung turun dibandingkan dengan tahun lalu.
"Kami berharap kondisi perekonomian Indonesia, terutama sektor properti dan infrastruktur terus bertumbuh agar kondisi over supply produksi semen yang diprediksi berlangsung selama 5-7 tahun ke depan bisa lebih cepat membaik," ujarnya.
Rachmat mengatakan, saat ini pabrik semen Bosowa memiliki kapasitas terpasang 7,2 juta ton per tahun. Sayangnya dia enggan menyebutkan berapa persentase rata-rata utilitas pabrik Bosowa saat ini. Bosowa mengoperasikan pabrik di Maros, Batam, dan Banyuwangi.
Getol efisiensi
Untuk mengantisipasi kelebihan pasok dan lesunya pasar, produsen semen terus gencar melakukan efisiensi. SMGR, misalnya, berupaya menekan ongkos energi dengan menggunakan batubara. "Kami pakai batubara medium 4.000-5.000 kalori yang mudah didapat dan murah," ujar Agung.
Sementara Bosowa memilih mengelola kapasitas produksi yang ekonomis, dan terus berupaya mencari bahan baku semen dari sumber yang lebih efisien. "Tapi tanpa mengorbankan kualitas produk," kata Rachmat.
Di tengah pasar yang sedang lesu, Bosowa kuatir melihat kemungkinan terus bertambahnya pabrik semen baru yang bakal jadi pesaing. "Kami meminta pemerintah memperhatikan industri semen nasional. Industri ini sangat vital dan strategis bagi pembangunan. Pemerintah musti melihat apa perlu pembangunan kapasitas pabrik semen baru di Indonesia," kata Rachmad.
Sementara PT Semen Baturaja Tbk melakukan efisiensi di segala lini untuk menghadapi perlambatan bisnis semen tersebut. "Agar kami bersaing dari segi harga, tentunya perlu efisiensi di produksi, kata Sekretaris Perusahaan SMBR Rum Hendarmin kepada KONTAN, (11/8).
Rum mengatakan, industri ini juga menghadapi tantangan kenaikan harga bahan bakar, semisal batubara. "Biaya energi itu hampir 40% dari total beban produksi," ujarnya.
Berdasarkan laporan keuangan paruh pertama 2017, SMBR mengurangi beban pokok produksi sebesar 4,3% menjadi Rp 437 miliar. Namun biaya pembelian batubara yang berasal dari PT Bukit Asam Tbk tidak bisa dikekang dan harus naik sebesar 34%, dari Rp 55 miliar menjadi Rp 74 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News