Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Cuaca ekstrem yang masih terus melanda sebagian besar wilayah Indonesia diyakini tidak akan mengganggu kinerja industri pertambangan tahun depan. Produksi batubara Indonesia, misalnya, diprediksi bakal mencapai 340 juta ton pada 2011. Jumlah tersebut naik dibanding target tahun ini yang sebesar 310 juta ton.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI), Supriatna Sahala meyakini industri batu bara masih tetap tumbuh. Pasalnya, permintaan domestik juga terus meningkat. "Permintaan ekspor masih tetap tinggi, namun permintaan domestik juga tinggi karena banyak proyek pembangkit listrik milik PLN mulai beroperasi," kata Supriatna.
Pertumbuhan industri di China dan proyek pembangkit listrik 60.000 megawaat (MW) di India juga membawa berkah bagi industri batu bara di Indonesia. Kedua negara itu akan membeli batu bara dari Indonesia. "Kalau Eropa dan Amerika masih mempunyai alternatif energi yakni gas. Tetapi Asia masih tetap butuh batu bara," kata Supriatna.
Di saat bersamaan, permintaan di pasar domestik juga mulai bertumbuh. Jika dalam lima tahun terakhir, ekspor tumbuh pesat. Maka, selama lima tahun ke depan, permintaan dalam negeri justru tumbuh lebih tinggi dari ekspor.
Untuk mengatasi cuaca ekstrem yang diperkirakan masih berlanjut hingga tahun depan, para pengusaha batu bara akan menambah peralatan untuk dewatering. "Ketika produksi tertunda selama hujan, maka dengan alat itu ketika cuaca kemarau, produksi bisa dimaksimalkan," jelas Supriatna.
Sementara terjkait harga, Supriatna memprediksi, harga batu bara akan tembus pada level US$ 100 per ton. Menurut dia, harga melonjak karena meningkatnya biaya operasional sebagai konsekuensi penambahan peralatan. Selain itu, harga juga naik karena permintaan batubara terus bertambah. "Sementara produksi tertunda akibat cuaca. Dua hal ini akan membuat harga batu bara tinggi," ucap Supriatna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News