Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
Komaidi menerangkan, KKKS umumnya meminta sejumlah fasilitas. Bentuknya bisa berupa insentif seperti perubahan besaran sharing split alias bagi hasil dan insentif perpajakan, maupun kemudahan perizinan.
“Umumnya KKKS meminta sejumlah fasilitas kepada pemerintah. Dalam konteks itu SKK Migas dapat menjadi jembatan para pihak,” tutur Komaidi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, faktor-faktor seperti pengurangan personil di lapangan, pembatasan perjalanan memang berpengaruh pada produktivitas operasi migas.
Ia juga mencatat bahwa kegiatan operasional di hulu migas belum normal saat ini. Meski begitu, ia optimistis para KKKS, berbekal pengalaman menghadapi gelombang Covid-19 pertama, berada dalam kondisi yang lebih siap menghadapi kondisi pandemi Covid-19 ke depannya.
“Kegiatan-kegiatan monitoring bisa dilakukan secara remote, namun banyak juga kegiatan di lapangan bisa dilakukan secara remote maupun melalui otomasi, memang karena jenis pekerjaannya,” ujar Moshe kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Anggaran subsidi bisa membengkak terdampak kenaikan harga minyak dunia
Menyoal target lifting APBN 2021, Moshe mengaku belum bisa memprediksi prospek lifting migas sampai tutup tahun nanti. Namun demikian, ia berharap bahwa target yang dicanangkan oleh pemerintah bisa tercapai.
“Situasi saat ini memang masih sangat sulit untuk di prediksi, kita masih di tengah-tengah krisis, belum masuk ke masa recovery,” ujar Moshe.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Susana Kurniasih mengatakan, SKK Migas berharap, gelombang Covid-19, andaikata terjadi, tidak berpengaruh pada realisasi lifting migas.
“Kami sih tidak berharap wave ke 2 ada pengaruhnya,” ujar Susana singkat saat dihubungi Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News