kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Proyek kilang minyak dari anggaran subsidi


Kamis, 07 Juni 2012 / 06:10 WIB
Proyek kilang minyak dari anggaran subsidi
ILUSTRASI. Ada penawaran beli 1 gratis 1 hot latte di gerai J.CO hari ini. Dok: Instagram J.CO


Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Ini kabar gembira buat PT Pertamina. Perusahaan minyak dan gas pelat merah ini tak perlu repot mengeluarkan ongkos untuk membangun kilang baru.

Maklum, pemerintah berencana menggunakan dana penghematan subsidi energi untuk membangun kilang minyak baru untuk menutup kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) subsidi domestik.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengatakan, alokasi dana subsidi sebesar Rp 260 triliun sepanjang tahun lalu itu salah sasaran. Dana tersebut akan lebih tepat jika sebagian dipakai untuk subsidi tepat sasaran dan pembangungan infrastruktur migas, termasuk kilang.

Pemerintah harus memilih antara meneruskan kebijakan subsidi seperti biasanya atau membangun kilang. "Caranya dengan membatasi subsidi, misalnya, hanya Rp 100 triliun saja. Sisanya sebanyak Rp 80 triliun dipakai untuk subsidi tepat sasaran seperti membangun rumah murah dan perbaikan angkutan umum, dan Rp 80 triliun lagi untuk membangun kilang," kata Bambang, Rabu (6/6).

Dia menghitung, alokasi dana penghematan subsidi selama dua tahun cukup untuk membangun satu kilang. Untuk membangun kilang itu pemerintah bisa menugaskan Pertamina melalui mekanisme penyertaan modal negara (PMN) dari pemangkasan dana subsidi tadi.

Hanya saja Bambang belum bisa memastikan kapan mekanisme tersebut dimulai. Dia mengaku, baru tahun depan untuk bisa memastikan penyertaan dana pemerintah dalam pembangunan kilang.

Melalui cara itu, negara kita tidak perlu membangun kilang dengan bergantung kepada investor asing. Pengalaman menunjukkan, investor asing seperti Kuwait Petroleum yang berminat membangun kilang bekerjasama dengan Pertamina terlalu banyak mengajukan insentif.

Kuwait minta pemerintah menyediakan fasilitas seperti tax holiday lebih lama, pajak penghasilan (Pph) di bawah normal atau hanya 5%, pembebasan pajak daerah, dan harga BBM dikenakan bea masuk. "Jika pemerintah mengabulkan insentif ini, maka banyak banyak investor akan meminta hal yang sama," terang Bambang.

Beri penugasan jelas

Menanggapi gagasan pemerintah itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto justru mendesak pemerintah untuk mempercepat pembangunan kilang baru. Caranya, pemerintah membangun sendiri kilang itu atau menjadi fasilitator sehingga investor mau membangun. "Kalau serius ingin membangun kilang, harus ada penugasan kepada Pertamina dan dana pembangunan kilang harus masuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," katanya.

Saat ini, banyak proyek yang jalan di tempat karena tidak masuk dalam APBN. Padahal, jika dimasukkan ke anggaran negara, maka pembangunan kilang akan dikawal oleh DPR.

Pri menunjuk contoh konversi minyak tanah ke elpiji yang tidak masuk roadmap ketahanan energi, tetapi masuk dalam APBN sehingga bisa berjalan dengan sukses. Pemerintah juga bisa menerapkan cara seperti program percepatan 10.000 megawatt (MW) yang dibangun melalui penugasan dan pemberian jaminan.

Menurut Pri, pembangunan kilang jangan hanya dinilai dari soal untung dan rugi semata tetapi mesti mempertimbangkan ketahanan energi nasional. Pertamina tidak mungkin menyelesaikan pembangunan kilang sendiri sebab modal membangun kilang sangat besar. "Tapi keputusannya lama, saya pesimis akan ada kilang baru," katanya.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×