Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah mendorong bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 mendatang melalui proyek pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) dinilai tidak bakal berdampak signifikan.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menjelaskan, proyek PLTSa yang diinisiasi di 12 daerah di Indonesia hanya akan menambah kapasitas pembangkit sekitar 234 MW.
"Tidak signifikan. Total kapatas pembangkit PLTSa di 12 lokasi itu hanya 234 MW. Tidak signifikan untuk dongkrak bauran EBT," kata Fabby kepada Kontan.co.id, Rabu (4/11).
Baca Juga: Permen ESDM Nomor 4/2020 tentang energi terbarukan terbit, apa saja poinnya?
Ia menambahkan, pelaksanaan proyek PLTSa sedianya ditujukan untuk mengurangi persoalan sampah di sejumlah daerah. Beberapa daerah yang ditunjuk jadi pilot project pun telah melakukan lelang dan mendapatkan pemenang untuk pelaksanaan proyek namun hingga kini implementasinya tergolong lambat.
"(Perlu) melakukan evaluasi terhadap pencapaian program ini. Presiden sudah mengeluarkan Kepres, ada alokasi dukungan pendanaan pemerintah, di beberapa kota sudah lelang dan sudah ada kesiapan PLN untuk membeli listrik dengan harga yang sudah ditetapkan Kepres," kata Fabby.
Disisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kajiannya menyebutkan, proyek PLTSa yang diinisiasi pemerintah di 12 daerah berpotensi membebani anggaran pemerintah daerah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk jangka waktu 25 tahun sejak kontrak diteken.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan bilang, pemerintah daerah dibebankan dalam sejumlah tahapan seperti studi kelayakan, pengumpulan sampah, dan tipping fee biaya layanan pengolahan sampah (BLPS) yang besarannya beragam untuk tiap daerah.
Selanjutnya: KPK: Proyek PLTSa di 12 daerah bakal bebani anggaran pemda dan PLN selama 25 tahun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News