Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. CEO PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Febriany Eddy mengungkapkan, proses negosiasi proyek smelter nikel di Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah sempat melewati masa perudingan yang alot (selama 9 bulan) dengan pihak partner dari Tiongkok. Pasalnya, pihak Vale Indonesia bersikukuh untuk mengaliri sumber daya energi ke smelter menggunakan gas alam cair (LNG).
"Proses negosiasi alot hingga 9 bulan, panjang sekali, karena dari sisi partner tidak paham. Secara aturan memang tidak ada yang memaksa Vale Indonesia untuk beralih dari batubara ke LNG. Padahal penggunaan LNG bisa menurunkan net present value project sampai US$ 230 juta," jelasnya dalam acara forum berkelanjutan 2022 yang disaksikan secara virtual pada Selasa (22/3).
Febriany menegaskan bahwa penggunaan LNG ini dilakukan semata-mata karena pilihan bukan paksaan. Toh di satu sisi, Vale Indonesia juga tetap mengantongi keuntungan. Febriany bilang, pihaknya tidak mengukur keberhasilan hanya dari keuntungan materi semata, tetapi juga menimbang faktor manusia dan planet yang harus dijaga.
Baca Juga: KONTAN Juara Pertama Lomba Penulisan Jurnalistik Vale Indonesia (INCO)
Febriany menjelaskan, saat ini Vale Indonesia telah mengoperasikan 3 PLTA dengan kapasitas 365 MW di mana lebih dari 10 MW diserahkan ke masyarakat melalui PLN dan sisanya digunakan untuk tanur listrik peleburan nikel.
Namun energi dari 3 PLTA tersebut baru menyumbang 36% energi yang dibutuhkan Vale dalam menjalankan aktivitas bisnisnya sehingga sumber energi yang diserap Vale saat ini masih dominan menggunakan batubara dan minyak bumi.
Lebih jelasnya Febriany menjelaskan, bahwa 90% kebutuhan energi digunakan untuk aktivitas pabrik. Sedangkan sisanya, 10% digunakan untuk aktivitas di tambang. Atas dasar ini pula, manjemen Vale Indonesia yakin dengan pendiriannya bahwa pabrik smelter yang baru dibangun harus berbasis energi baru terbarukan. Di sisi lain, pihaknya juga akan mengonversikan sumber energi pabrik menggunakan LNG.