Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - DENPASAR. Indonesia menjadi negara yang memiliki kontribusi sekitar 55% terhadap minyak sawit dunia, dan 42% terhadap minyak nabati dunia. Hal tersebut, menurut Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Dwi Sutoro, menjadi kekuatan besar untuk bisa mengatur industri kelapa sawit global.
Dan hal tersebut bukan sekadar angan-angan saja. Pasalnya, kata Dwi industri sawit nasional mampu membawa Indonesia menjadi pemain utama dunia, terutama dalam produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
"Kalau kita 'batuk' dua minggu saja tidak ekspor, itu kan banyak yang teriak-teriak. Artinya, itu kan kekuatan yang luar bisa. Kita harus mendikte dunia,” ujar Dwi, jelang Musyawarah Nasional (Munas) XI Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) di Bali, Rabu (8/3).
Sebagai industri sawit terbesar, maka Indonesia menurutnya harus menjadi barometer bisnis komoditas ini. Dimana Indonesia harus bisa berdaulat dalam mengelola perkebunan sawitnya sendiri.
Baca Juga: BPDPKS dan Kemenperin Dukung P3PI Lakukan Pembaharuan Teknologi Pengolahan Sawit
Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan roadmap tata kelola mulai dari hulu dan hilir industri sawit. Misalnya di hulu dilakukan peningkatan kualitas dan kuantitas produksi. Penguatan di hulu penting dilakukan untuk memantapkan sisi hilir dari industri ini.
“Mulai dari cara melakukannya, penentuan teknologi di hulu, bagaimana menggunakan robotik, satelit sistem, pemupukan yang benar, dan bagaimana benih yang unggul, itu harusnya di Indonesia. Kita harus punya roadmap yang luar biasa,” tambahnya.
Kemudian penguatan tata kelola industri sawit di hulu lainnya seperti jaminan kepada investor terhadap investasi di industri ini.
Lebih lanjut Dwi menyampaikan, bahwa pergerakan ekspor CPO Indonesia sudah semakin minimal, karena sebagian besar sudah dalam bentuk produk turunan.
“Itu adalah pergerakan yang bagus. Dan kami ingin menunjukkan bahwa dengan berbagai perbaikan yang ada, PTPN solid,” tegasnya.
Dwi mengatakan, peluang Indonesia untuk menjadi pemain utama industri kelapa sawit dunia, semakin terbuka lebar jika pembentukan bursa berjangka dalam negeri sebagai harga acuan CPO nasional, bisa terwujud.
“Semua stakeholder harus benar-benar membangun industri sawit Indonesia bersama, bukan hanya membangun sawit PTPN atau PT lain. Walaupun masing-masing punya interest berbeda, tetapi intinya kita membangun sawit merah putih,” tutur Dwi.
Baca Juga: Pelaku Usaha Penggilingan Padi Diminta Menjaga Harga Pembelian Gabah
Dwi mengatakan perlu dorongan besar dari berbagai pihak, baik pemerintah, organisasi, maupun para petani, untuk memaksimalkan perkebunan kelapa sawit Indonesia. Hal tersebut lantaran pengelolan industri kelapa sawit, tidak hanya di hulunya, tapi juga harus di hilirnya.
“Kenapa demikian, karena ini kita sudah berbicara pada rantai pasok. Jika hilirnya bermasalah atau lagi terkena masalah, pasti di hulunya juga akan kena dampaknya,” ujar Dwi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News