Sumber: Kompas.com | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, secara normatif pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) dimungkinkan di Undang-undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Ketahanan Energi Nasional (KEN).
"Tetapi pungutan oleh negara sesuai dengan pasal 23A Undang-undang Dasar hanya berupa pajak atau pungutan lain (non-pajak) yang diatur dengan Undang-undang (UU)," kata Yustinus, Jakarta, Rabu (30/12/2015).
Lebih lanjut Yustinus mengatakan, karena belum ada UU sebagai pelaksana Pasal 23A tentang pungutan bukan pajak, maka pemerintah tunduk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Lalu akan dibuat Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksanaan. Atau dapat menggunakan skema Badan Layanan Umum (BLU), lalu earmarking seperti CPO Fund," lanjut Yustinus.
Menurut dia, tanpa ada PP yang mengatur jenis dan tarif pungutan DKE, pungutan DKE tersebut berpotensi melanggar UUD dan UU.
"Hal ini akan menambah persoalan di ruang publik, ditambah kemasan isu yang seolah tak peka pada beban rakyat," kata dia lagi.
Yustinus menambahkan, meski dana ini penting dan niscaya, pemerintah diharapkan memperhatikan sisi regulasi dan tata kelola agar tidak menimbulkan dampak buruk ke depannya.
"Setidaknya mulai diwacanakan bahwa pungutan ini masih konsep atau ide dan bisa diterapkan jika PP terbit dan dimasukkan dlm APBN Perubahan 2016," ucap Yustinus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













