Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Yudho Winarto
BOGOR. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mendorong percepatan pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni, Papua Barat. Langkah strategis ini untuk mendukung upaya pendalaman struktur industri nasional sekaligus melaksanakan instruksi Presiden Joko Widodo mengenai pemerataan pembangunan di Indonesia.
“Dalam hal ini, kami memberikan apresiasi kepada PT Pupuk Indonesia dan Ferrostaal yang akan bekerja sama dalam penelitian untuk pengembangan pabrik petrokimia senilai US$ 1,5 miliar di Teluk Bintuni, Papua Barat,” kata Menperin usai menyaksikan serah terima MoU dari CEO of Ferrostaal Klaus Lesker kepada Direktur Investasi PT Pupuk Indonesia, Gusrizal di Dusseldorf, Jerman, Sabtu (21/1) dalam keterangan resminya kepada KONTAN, Minggu (22/1).
Menurut Menperin, nota kesepahaman tersebut sebagai wujud pernyataan minat kedua perusahaan untuk mengevaluasi manfaat dari kajian bersama dan juga menjadi acuan dalam pembangunan proyek. “Kedua belah pihak berkomitmen akan memberikan data-data komprehensif yang dimiliki terkait proyek pengembangan pabrik petrokimia, seperti data teknis, keekonomian, pasar dan lainnya,” ujar Airlangga.
Perlu diketahui, Teluk Bintuni sebagai salah satu kawasan yang memiliki sumber bahan baku bagi industri petrokimia, yakni gas. “Karenanya, kami akan mendukung alokasi gas dengan harga terjangkau yang akan ditentukan,” tegas Airlangga.
Terlebih lagi, industri petrokimia merupakan salah satu sektor yang akan mendapatkan penurunan harga gas sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Kemenperin mencatat, pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni mempunyai beberapa alasan, antara lain potensi gas bumi di kawasan tersebut yang sudah diidentifikasi sebesar 23,8 triliun standar kaki kubik (TSCF), dengan 12,9 TSCF sudah dialokasikan untuk 2 train liquefied natural gas (LNG), dan sisanya sebesar 10,9 TSCF untuk 1 train LNG. Selain itu, ditemukan cadangan baru sebesar 6 TSCF-8 TSCF.
“Terdapat dua sumber gas potensial, yaitu di proyek Tangguh dan di blok eksplorasi Kasuri yang berada di selatan Tangguh sampai Kabupaten Fakfak,” ungkap Airlangga.
Adanya peluang tersebut, diharapkan segera muncul keputusan untuk memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan yang akan membangun pabrik petrokimia di Teluk Bintuni.
Potensi gas yang tersedia dapat pula digunakan sebagai bahan baku industri amonia untuk mendukung industri urea dan bahan baku industri metanol untuk mendukung industri pusat olefin.
Selain itu, pembangunan industri melalui program hilirisasi termasuk di sektor petrokimia akan berdampak luas pada peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Gusrizal memastikan, pihaknya berminat untuk membangun pabrik petrokimia di Teluk Bintuni, dengan memanfaatkan alokasi gas pada area tersebut. “Melalui MoU ini, kami akan berperan sebagai lead role dan akan berhubungan dengan instansi terkait perihal alokasi dan harga gas,” ujarnya.
PT Pupuk Indonesia (Persero) rencananya ingin membangun industri pengolahan gas bumi menjadi metanol, etilena, polipropilena, dan polietilena.
Hal senada juga disampaikan Klaus Lesker, Member of Executive Board Ferrostaal telah menyatakan komitmennya melakukan penyertaan modal kepada perusahaan patungan untuk sebuah proyek dan kerja sama dengan mitra bisnisnya dalam pengembangan industri pertrokimia, mengingat perusahaan asal Jerman ini mempunyai pengalaman serta pengetahuan mengenai pembentukan, pembangunan dan pendanaan proyek industri petrokimia dengan skala besar.