Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ada banyak perusahaan yang telah mengajukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2020 untuk mengubah rencana produksi batubara. Kendati begitu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih bergeming dan tetap mengejar target produksi batubara di level 550 juta ton.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan, sejumlah perusahaan telah mengajukan perubahan produksi. Namun, perubahan itu bervariasi. Ada yang mengajukan pemangkasan produksi, sebagian lainnya justru meminta tambahan kuota produksi di tahun ini.
Baca Juga: Diproyeksi terus melonjak, IMEF: Perlu ada pengendalian produksi batubara nasional
Dengan pertimbangan itu, katanya, pemerintah masih tetap mematok produksi batubara nasional sebesar 550 juta ton sepanjang 2020. "Sedang kita bahas, ada yang (mengajukan) naik, ada yang turun. Jadi produksi nasional nggak berubah, 550 juta ton," kata Sujatmiko saat ditemui selepas menghadiri Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI beberapa hari lalu.
Sayangnya, dia masih enggan untuk membeberkan berapa perusahaan yang mengajukan kenaikan maupun penurunan produksi, dan berapa perubahan volume yang diajukannya. "Lagi kita hitung, kan mereka masih mengajukan," sebut Sujatmiko.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai, target produksi 550 juta ton batubara bisa jadi bakal tercapai di tahun ini. Namun di sisi lain, dia mengingatkan bahwa harga komoditas semakin tertekan dan memberatkan sebagian produsen batubara.
Khususnya bagi perusahaan yang memproduksi batubara kalori 4.200 kcal/GAR yang harga jual Free on Board (FOB) sudah di bawah ongkos produksi. "Dengan index harga yang terus turun, secara kasar sebagian dari batubara yang diproduksi sudah di bawah ongkos produksi," ungkapnya saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (30/8).
Baca Juga: Proyeksi produksi batubara hingga 2024, terus naik dan akan tembus 628 juta ton
Bagi perusahaan yang sudah memiliki komitmen penjualan (long term), sambungnya, tetap akan memenuhi permintaan penjualan sesuai target.
Tapi lain halnya dengan penjualan spot yang pasti terdampak. Sehingga perusahaan dengan skala produksi menengah dan besar sementara ini masih bisa bertahan. "Tapi bagi yang skala kecil akan lebih sulit bertahan," kata Hendra.
Merujuk pada pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, pada awal Juli lalu, APBI mendorong adanya penurunan produksi batubara nasional sekitar 15%-20%. Menurut Hendra, dorongan pengurangan produksi perlu dilakukan dalam menyikapi tren harga yang terus turun akibat kondisi oversupply.
Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) akan mengajukan perpanjangan kontrak tambang batubara
"Pandangan kami sebagai asosiasi, untuk mendorong harga agar menguat, langkah pengurangan produksi perlu dipertimbangkan karena kondisi oversupply yang makin melebar. Oversupply di pasar sudah terjadi jauh sebelum Covid-19, namun makin melebar dengan penyebaran covid-19," jelasnya.
Meski demikian, dorongan pengurangan produksi ini disikapi berbeda oleh sejumlah perusahaan. Hendra bilang, setiap perusahaan memiliki pertimbangannya masing-masing sehingga ada yang tetap dengan rencana produksi di awal tahun, ada yang akan menurunkan produksi, namun ada juga yang ingin meningkatkannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News