kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ratusan Gerai Pertashop Berguguran Akibat Disparitas Harga BBM


Senin, 10 Juli 2023 / 17:08 WIB
Ratusan Gerai Pertashop Berguguran Akibat Disparitas Harga BBM
ILUSTRASI. Ratusan Gerai Pertashop Berguguran Akibat Disparitas Harga BBM Subsidi dan Non-Subsidi. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/wsj.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengusaha Pertashop di Jawa Tengah dan DIY mengalami kesulitan akibat adanya disparitas harga Pertamax dan Pertalite yang semakin jauh dan masifnya penjualan bahan bakar minyak (BBM) subsidi atau Pertalite secara eceran. 

Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY, Gunadi Broto Sudarmo menceritakan    penurunan penjualan BBM di Pertashop mula-mula karena tersengat gejolak perang Rusia-Ukraina yang berdampak pada melonjaknya harga minyak mentah dunia. 

Kenaikan harga minyak tersebut, serta-merta mempengaruhi harga BBM di dalam negeri. Pada April 2022 harga Pertamax naik menjadi Rp 12.500 per liter sedangkan harga Pertalite masih di Rp 6.750 per liter. Dengan begitu terjadi disparitas harga BBM subsidi dengan non-subsidi hingga Rp 5.750 per liter. 

Baca Juga: Perusahaan Niaga Migas Rajin Menambah Jaringan SPBU

Akibat disparitas harga tersebut, masyarakat lebih memilih membeli BBM subsidi dibandingkan BBM non-subsidi. Masalah ini tentu berdampak langsung bagi penjualan bensin melalui Pertashop karena SPBU mini hanya menjual produk Pertamax dan Dex Lite. 

Gunadi memberikan gambaran, pada bulan Januari, Februari, dan Maret 2022, berdasarkan sampel dari satu gerai Pertashop, rata-rata penjualan Pertamax setiap bulannya ketika harga masih Rp 9.000 per liter sebanyak 34.000 liter sampai 38.000 liter per-bulan. 

Namun, setelah naiknya harga Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter mulai April 2022, penjualan BBM non-subsidi tersebut turun drastis menjadi 16.000 liter hingga 24.000 liter per bulan. 

Sedangkan ketika harganya Pertamax terus mengalami fluktuasi dari September 2022 hingga Desember 2022, volume penjualan Pertashop semakin merosot yakni di kisaran 12.000 liter hingga 18.000 liter per bulannya. 

Dalam lima bulan pertama di 2023 atau Januari-Mei, meski disparitas harga BBM subsidi dan non-subsidi semakin menyempit menjadi Rp 3.300 per liter, rata-rata penjualan Pertamax di Pertashop terus mengalami penurunan bahkan stagnan di kisaran 12.000 liter sampai 16.000 liter per bulannya. 

“Adanya disparitas ini omzet kami menurun drastis hingga 90%. Usaha Pertashop tidak memperoleh keuntungan justru merugi,” jelasnya dalam Audiensi dengan Komisi VII DPR RI, Senin (10/7). 

Gunadi mengungkapkan dari 448 Pertashop sebanyak 201 gerai yang merugi, tutup, bahkan merasa terancam asetnya akan disita karena tidak sanggup membayar angsuran bulanan ke bank yang bersangkutan. 

Dia memberikan gambaran, pada Desember 2022 terdapat 47% Pertashop yang hanya menjual Pertamax di bawah 200 liter per-hari berdasarkan penjualan tersebut laba kotor yang diperoleh dalam sebulan hanya Rp 5,1 juta. Sedangkan biaya operasional Pertashop setiap bulan lebih tinggi dibandingkan laba kotor yang diperoleh sehingga pelaku usaha mengalami kerugian. 

Gunadi menjelaskan, biaya operasional yang harus digelontorkan dalam sebulan untuk menggaji dua operator SPBU sebesar Rp 4 juta, kemudian iuran BPJS Rp 200.000, losses Rp 750.000 dan pengurangan biaya lainnya termasuk sewa tempat. Itu belum memasukkan pembayaran bunga ke bank. 

Baca Juga: Pertamina Operasikan Lebih dari 6.000 Pertashop di Seluruh Indonesia Per April 2023

Selain masalah disparitas harga, ada persoalan lain yang semakin memperparah bisnis SPBU mini. 

“Di tengah permasalahan disparitas harga BBM subsidi dan non-subsidi, sejumlah pihak pengecer memanfaatkannya dengan menjual Pertalite di warung maupun Pertamini,” ujarnya. 

Padahal praktik penjualan BBM Subsidi secara eceran melanggar peraturan yang ada yakni Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi dan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014. 

Ironisnya, pengecer justru mendapatkan cuan lebih besar dibandingkan pelaku usaha yang menjual BBM secara legal. Gunadi memberikan gambaran, pengecer bisa mengantongi marjin Rp 2.000 per liter hingga Rp 2.500 per liter sedangkan Pertashop hanya Rp 850 per liter. 

“Permohonan kami untuk evaluasi mengenai dan monitoring penyaluran Pertalite di pengecer tolong Bapak Ibu kami pingin segera sahkan Revisi Perpres 191 Tahun 2014 karena sampai sekarang belum ada ketentuan mengenai Pertalite secara detail,” ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×