Sumber: Kompas TV | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Video viral soal Anggota Komisi VII DPR meminta Holding Pertambangan MIND ID melibatkan anggota DPR Komisi VII dalam pembagian Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan sedang ramai diperbincangkan di jagad media sosial.
Sebelum adanya permintaan CSR itu, terekam di video tersebut bahwa ada anggota Komisi VII yang emosional saat mendengar penjelasan salah satu petinggi BUMN tambang itu. Asal tahu saja, video yang viral itu adalah hasil rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR dengan Direktur Utama MIND ID, Dirut PT Timah Tbk, PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk pada Selasa, 30 Juni 2020.
Baca Juga: Karena Freeport, rapat Komisi 7 DPR berlangsung panas, meja digebrak-gebrak
Pada Selasa (30/6) RDP ini memang diwarnai perdebatan sengit antara Dirut MIND ID Orias Petrus Moedak dengan M. Nasir Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Nasir adalah kakak kandung dari M. Nazarudin, narapida kasus korupsi KPK yang kini sudah bebas bersyarat.
Adalah anggota Komisi VII DPR RI dari Partai Demokrat, Muhammad Nasir dan Direktur Utama MIND ID, Orias Petrus Moedak yang terlibat dalam perdebatan sengit tersebut.
Sampai-sampai Muhammad Nasir mengusir Orias Petrus Moedak keluar dari ruang rapat. Tak hanya itu, bahkan Muhammad Nasir menyebut tak mau lagi rapat dengan Orias.
Perdebatan sengit antara keduanya bermula ketika Orias tengah memaparkan kinerja holding pertambangan BUMN di hadapan pimpinan dan anggota Komisi VII DPR RI.
Saat Orias sedang menjelaskan, Nasir menginterupsinya. Padahal, Orias sedang menjelaskan langkah menerbitkan Global Bond untuk refinancing utang membayar Freeport merupakan salah satu mitigasi di tengah pandemi Covid-19.
"Untuk utang jatuh tempo jika kita tidak melakukan apa-apa, maka tahun depan kami akan kesulitan mencari pendanaan untuk membayar sebesar 1 miliar dolar ini. Maka, perlu kita ambil langkah strategis sehingga kami bayar setengah kemudian memperpanjang tenor jatuh tempo," ujar Orias.
Namun, Nasir menilai upaya holding pertambangan mengakuisisi Freeport dengan skema utang merupakan langkah yang tidak baik.
Nasir lalu mencecar Orias mengenai kapan holding BUMN tambang itu bisa melunasi utang tersebut. Menurutnya, tenor utang Inalum selama 30 tahun terlalu panjang. Sebab, bisa merugikan perusahaan-perusahaan yang berada di bawahnya.
Baca Juga: MIND ID: Cadangan emas Aneka Tambang (ANTM) sudah mulai berkurang
"Jadi sampai 30 tahun kalau perusahaan lancar baru selesai? kalau kita mati tak selesai nih barang nanti, ganti dirut lain, lain-lagi polanya," kata Nasir dengan nada tinggi.
Menurut Nasir, langkah utang untuk menutup utang sama saja dengan menggadaikan aset-aset negara.
"Coba jelasin ini apa manfaatnya? Kok kita jadi pusing. Masa kita suruh bayar lagi? Apa-apaan. Jadi yang logikalah, jangan kita gadaikan semua ini," ujar Nasir.
Orias menjelaskan, instrumen obligasi bukanlah utang dengan ikatan aset kolateral sebagai jaminan. Praktik penerbitan utang seperti ini, lanjutnya, adalah hal wajar dilakukan oleh korporasi di mana pun.
Namun, Muhammad Nasir terus bertanya terkait kemampuan MIND ID membayar utang. Dia juga mempertanyakan cara dan mekanisme penerbitan utang obligasi yang tak menggunakan kolateral.
Karena tak puas dengan jawaban Orias, Nasir pun sempat menggebrak meja dan menyuruh Orias meninggalkan ruang rapat.
“Itu yang kami khawatirkan. Makanya, kita minta data detailnya. Kalau bapak sekali lagi gini, saya suruh bapak keluar dari rapat,” kata Nasir.
“Kalau bapak suruh saya keluar, ya saya keluar,” jawab Orias.
“Iya, bapak bagus keluar, karena enggak ada gunanya bapak rapat di sini. DPR ini bukan buat main-main. Anda bukan main-main di sini!” suara Nasir semakin meninggi.
“Saya enggak main-main,” jawab Orias.
“Jadi, anda kalau rapat, harus lengkap bahannya. Enak betul anda di sini! Siapa yang naruh Anda di sini? Percuma naruh orang kayak gini. Ngerti? Kurang ajar Anda!” tegas Nasir.
“Saya diundang, saya datang,” ujar Orias.
“Kurang ajar Anda di sini. Kalau Anda enggak senang, Anda keluar! Kau pikir punya Saudara kau ini semua?” imbuhnya.
Minta CSR
Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin pun sempat menengahi perdebatan tersebut kemudian menskors rapat untuk istirahat sekaligus shalat Ashar.
Setelah itu, semua peserta rapat kembali lagi ke ruang rapat. Sayang, Muhammad Nasir hanya kembali sebentar, kemudian meninggalkan ruang rapat setelah rapat dimulai kembali sekitar 15 menit.
Baca Juga: Enam Proyek Smelter BUMN Ini Tertunda Karena Corona
Alex pun kemudian membuka kembali rapat dan melanjutkan pembahasan rapat dengan realisasi CSR yang dialokasikan para perusahaan pelat merah ini selama Covid-19.
Padahal, sebelumnya Holding Tambang sedang menjelaskan satu persatu persoalan produksi dan dampak pandemi terhadap penerimaan negara.
Saat pemaparan realisasi CSR PT Bukit Asam dan PT Timah, Alex menyela pembicaraan. Ia mengatakan, pemberian CSR mestinya melibatkan anggota dewan.
"Bapak ingat enggak, siapa yang membantu proyek di Sumatra Selatan tersebut?" tanya Alex.
Dirut PT Bukit Asam, Arviyan Arifin, kemudian menjawabnya. "Kalau tidak salah namanya Pak Alex Noerdin pak," kata Arviyan.
"Nah, saya mati-matian waktu itu bantu, masa penyerahan CSR gak melibatkan kami. Paling tidak kami dikasih ruang untuk ikut serta menyerahkan bantuan tersebut ke masyarakat," ujar Alex.
Tak hanya Alex, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra Ramson Siagian juga angkat bicara saat membahas mengenai CSR.
Ia mengatakan, ke depan mestinya apabila hendak melakukan kegiatan CSR perlu menyertakan Anggota DPR.
"Ya ke depannya, untuk pembagian CSR yang di luar apa yang sudah dilakukan ini bisa berkoordinasi dengan Sekretariat Komisi VII untuk bisa CSR ini disalurkan ke dapil-dapil anggota komisi VII," ucap Ramson.
Saat dikonfirmasi terkait permintaan CSR, Ramson mengatakan, hal tersebut hanyalah sebagai usulan.
Maksudnya, kata Ramson, jika pertambangan BUMN menyerahkan CSR di daerah-daerah, dan di daerah itu merupakan daerah pemilihan anggota DPR dari Komisi VII agar diikutsertakan saat serah terima.
Menurutnya, hal tersebut sebagai upaya fungsi pengawasan, sekaligus kepedulian terhadap rakyat di Dapil tersebut.
“Artinya bersama-sama saat serah terima ke rakyat, itu saja,” kata Ramson kepada Kompas TV pada Rabu, (1/7/2020).
Sementara itu, Dirut PT Inalum, Orias Petrus Moedak, saat dikonfirmasi soal adanya permintaan CSR dari anggota DPR hanya menjawab singkat.
"Lihat rekaman jalannya rapat aja," ujar Orias melalui pesan singkat.
Artikel ini sudah tayang di Kompas.tv dengan judul "Usai Marah dan Usir Bos Inalum Saat Rapat, Ujungnya Anggota DPR Minta CSR"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News