kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Regulasi kepabean belum bisa langsung genjot ekspor otomotif


Rabu, 13 Februari 2019 / 18:56 WIB
Regulasi kepabean belum bisa langsung genjot ekspor otomotif


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah terus memacu industri otomotif di Indonesia guna meningkatkan ekspornya. Hal ini lewat penyederhanaan regulasi kepabean untuk ekspor mobil guna memperbaiki neraca perdagangan nasional.

Dalam regulasi yang baru ditegaskan bahwa Pemberitahuan Eskpor Barang (PEB) dapat diajukan setelah barang ekspor masuk ke Kawasan Pabean. Kemudian, pemasukan ke Kawasan Pabean tidak memerlukan Nota Pelayanan Ekspor (NPE) serta pembetulan jumlah dan jenis barang paling lambat tiga hari sejak tanggal keberangkatan sarana pengangkut.

Kemarin, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan penyederhanaan aturan itu, dinilai membawa manfaat, di antaranya akurasi data lebih terjamin karena proses bisnis dilakukan secara otomasi melalui integrasi data antara perusahaan, Tempat Penimbunan Sementara (TPS), serta Ditjen Bea dan Cukai.

Selanjutnya, menurunkan average stock level sebesar 36%, sehingga meningkatkan efisiensi penumpukan di Gudang Eksportir. Dapat memaksimalkan jangka waktu penumpukan di Gudang TPS selama tujuh hari karena proses grouping dan finalquality control sebelum pengajuan PEB dapat dilakukan di TPS.

Manfaat lainnya, menurunkan biaya trucking karena kebutuhan truk untuk transportasi turun sebesar 19% per tahun sehingga logistics partner tidak perlu investasi truk dalam jumlah banyak. Kemudian, menurunkan biaya logistik terkait storage dan handling menjadi sebesar Rp 600 ribu per unit dan biaya trucking menjadi sebesar Rp 150 ribu per unit.

"Kami menyambut baik regulasi tersebut, karena ekspor otomotif diberikan kemudahan. Ini sangat berarti untuk industri kita yang sedang bersaing dengan negara lain. Selain itu, ini membuktikan bahwa ekspor kita tidak hanya komoditas," kata Airlangga kemarin.

Director Administration, Corporate and External Affairs PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam menjelaskan aturan tersebut berdampak positif bagi TMMIN. "Ini bisa membantu meningkatkan daya saing otomotif khususnya biaya logistik," kata Bob kepada KONTAN, Rabu (13/2).

Adapun aturan tersebut tak merubah target kinerja ekspor CBU bermerek Toyota. Awal februari kemarin Toyota menargetkan ekspor naik dari 5% dari capaian tahun lalu sebesar 206.600 unit.

Studi-studi untuk mempelajari destinasi ekspor baru termasuk ke Australia masih terus dilakukan Toyota. Di saat yang sama kami juga berupaya tetap fokus dalam hal
menjaga kestabilan performa ekspor di negara baru tujuan ekspansi tahun 2018 yang lalu di negara-negara Afrika dan Amerika Latin.

"Negara yang diincar di Amerika Latin seperti Panama. Sedangkan di Afrika, Toyota akan melanjutkan penetrasi di negara baru saja dimasuki tahun 2018 seperti Maroko," tambahnya.

Semua kendaraan CBU yang diekspor ke berbagai negara itu merupakan produksi lokal dengan tingkat kandungan dalam negeri mencapai 75% sampai 94%. Sampai saat ini setidaknya sudah lebih dari 80 negara di kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia dan Timur Tengah yang menjadi tujuan ekspor Toyota.

Kondisi ekonomi makro dunia merupakan tantangan tersendiri bagi kinerja ekspor otomotif dalam negeri. Menyikapi hal tersebut Toyota memandang bahwa daya saing industri menjadi kunci untuk bisa bertahan bahkan memenangkan persaingan.

Sepanjang tahun 2018, total pengapalan CBU bermerek Toyota berhasil menembus angka 206.600 unit atau naik positif sebesar 4% dari capaian tahun 2017 lalu yang berjumlah 199.600 unit.

Model SUV Fortuner masih menjadi kontributor terbesar ekspor CBU Toyota dengan catatan angka sebesar 52.600 atau sekitar 25% dari total ekspor CBU Toyota. Posisi kedua ditempati oleh model Avanza dengan total 35.300 (17%).

Presiden Direktur PT Hyundai Mobil Indonesia Mukiat Sutikno menjelaskan harusnya ekspor tersebut bisa membantu ekspor otomotif Indonesia. Tetapi untuk Hyundai saat ini belum memberi dampak karena Hyundai di Indonesia lebih banyak ekspor ke kendaraan yang dirakit secara CKD. Sedangkan aturan simplifikasi ekspor lebih untuk kendaraan ekspor utuh atau CBU.

"Tapi saya yakin ke depannya dengan Hyundai Motor Company (HMC) yang berencana investasi di Indonesia, pasti simplifikasi tersebut akan pengaruh besar ke ekspor," kata Mukiat kepada KONTAN, Kamis (13/2).

Saat ini Hyundai baru mengekspor CKD kendaraan Hyundai H-1. Tahun ini ditargetkan ekspor meningkat 15% dibanding 2018 menjadi 3.300 sampai 3.500 unit.

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie Sugiarto, menyambut baik aturan tersebut. Menurutnya hal itu membantu dari sisi rantai pasok (supply chain) industri otomotif. Hanya saja dari peningkatan ekspor, Jongkie belum bisa berbicara banyak. "Untuk volume tergantung basis produksinya. Di Indonesia masih jadi basis produksi kendaraan jenis Multi Purpose Vehicle (MPV) dan sedikit Sport Utility Vehicle (SUV).

Sedangkan di global sedan masih paling besar permintaannya," kata Jongkie kepada KONTAN, Rabu (13/2). Untuk itu diharapkan tahun ini harmonisasi pajak sedan bisa segera diluncurkan. Mengingat ini bisa mengaktifkan kapasitas idle di pabrik otomotif nasional.

Saat ini kapasitas produksi baru digunakan 1,4 juta unit per tahun. Padahal kapasitas terpasang mencapai 2,2 juta unit per tahunnya. "Thailand saja bisa ekspor 1,2 juta unit. Indonesia baru 264.553 unit di 2018," kata Jongkie.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×