Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - KUALA TANJUNG. PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) memiliki rencana besar pasca terbentuknya holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang. Bersama dengan anggota holding, perusahaan ini akan bersinergi melakukan hilirisasi, meningkatkan kapasitas produksi dan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku.
Untuk hilirisasi, Inalum berencana untuk memproduksi produk aluminium yang memiliki nilai tambah. Selama ini, hanya memproduksi aluminium batangan dalam tiga jenis produk yaitu Inglot, alloy dan billet.
Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia Inalum, Carry EF Mumbunan mengatakan, banyak potensi pengembangan di hilirisasi yang bisa dilakukan perusahaan, contohnya kebutuhan velg mobil dan kebutuhan roket.
"Toyota berencana buat 200.000 velg mobil yang membutuhkan aluminium, ini sedang kami jajaki ke sana. Kemudian militer juga datang ke kami untuk mengkaji di PT Dahana untuk produksi isi roket dengan menggunakan aluminium, " jelas Carry di Kuala Tanjung, Selasa (5/12).
Dengan pengembangan di sektor hilirisasi tersebut, lanjut Carry maka potensi pertumbuhan bisnis Inalum ke depan akan semakin besar. Lebih lanjut, Carry mengatakan, saat ini kapasitas produksi Inalum masih 260.000 ton per tahun dan ditargetkan bisa mencapai 500.000 ton pada tahun 2020 dan 1 juta ton pada 2025.
Namun, untuk mencapai target tersebut ada kendala yang dihadapi perusahaan ini dalam pengadaan sumber energi yang murah dan bahan baku. Maklum, dalam memproduksi aluminium membutuhkan banyak sumber daya energi listrik. Sementara bahan baku berupa alumina juga masih diimpor dari Australia dan India.
Untuk bisa mencapai target tersebut, Inalum bersama anggota holding tambang akan bersinergi untuk menghadapi kendala tersebut. Langkah yang akan dilakukan adalah membangun pembangkit listrik dan membangun pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina.
Bahan baku aluminium yaitu alumina sebetulnya diolah dari bauksit. Sementara di Indonesia sumber daya alam berupa bauksit sangat besar terutama di Kalimantan dan diekspor ke luar negeri dengan harga yang cukup murah yaitu sekitar US$ 20-US$ 30 per ton. Padahal harga alumina selama ini diimpor Inalum dengan harga sekitar US$ 350 per ton.