Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
“Karena kami tidak mendapatkan informasi langsung dari Kemenkes, isu yang beredar justru pelarangan total. Kami merasa dirugikan jika itu benar terjadi karena industri akan hancur lantaran tidak diberikan ruang untuk menyuarakan pendapat,” ujarnya.
Senada, Ketua Asosiasi Vapers Bali (AVB) I Gde Agus Mahartika mengatakan, langkah Kemenkes melakukan rencana revisi agar rokok elektrik masuk ke dalam PP 109/2012 tidak tepat.
Baca Juga: Rokok elektrik dikabarkan bakal dilarang, begini tanggapan APVI
Alasannya, kajian ilmiah terhadap rokok elektrik yang dilakukan di Indonesia masih tergolong minim. Jika mengacu kepada kajian dari luar negeri, perlu diuji lagi kebenarannya.
“Kami berharap revisi ini dibatalkan karena belum adanya kajian ilmiah yang komprehensif. Kemenkes jangan juga mengesampingkan kajian ilmiah yang hasilnya menunjukkan bahwa rokok elektrik memang memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok,” ucapnya.
Berdasarkan hasil penelitian dari Public Health England, divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris, yang berjudul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018” menyatakan bahwa rokok elektrik memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok.
Baca Juga: Kemenkes: Pengguna rokok elektrik terbanyak ada pada kelompok usia sekolah
Karena itu, Gde Maha menyarankan Kemenkes harus memperkuat kajian ilmiah tentang produk tembakau alternatif, termasuk rokok elektrik.
“Kami siap berpartisipasi dalam melakukan kajian ilmiah bersama Kemenkes. Kami ingin kajian ilmiah tersebut memang menunjukkan hasil yang sesungguhnya, sehingga menutup ruang bagi pihak-pihak yang ingin menjatuhkan industri baru ini,” ujarnya.
Hasil kajian ilmiah tersebut nantinya dapat menjadi acuan dalam pembuatan regulasi dan standar bagi produk tembakau alternatif.
Baca Juga: Tiba-tiba, rokok elektrik bakal dilarang, kenapa?
“Revisi PP 109/2012 tidak sejalan dengan target pemerintah yang ingin menghapus regulasi yang menghambat investasi dalam pengembangan usaha, penciptaan lapangan kerja, dan transformasi ekonomi yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian. Jadi usulan revisi tersebut harus dibatalkan karena memiliki agenda yang dapat mematikan industri produk tembakau alternatif,” tutup Gde Maha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News