Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah menerapkan tarif royalti progresif bagi komoditas emas masih menggantung. Bahkan, disinyalir rencana kebijakan ini tidak jadi diberlakukan. Pasalnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai kebijakan yang belum ditetapkan masih bisa berubah.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan rencana tarif royalti progresif menjadi ranah Kementerian Keuangan (Kemkeu) sehingga pihaknya menunggu pembahasan lebih lanjut.
"Belum (ditetapkan). Kami menunggu Kementerian Keuangan," terang Bambang di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (18/3).
Ketika ditanya apakah rencana penerapan tarif royalti progresif batal, Bambang memastikan memang belum ada keputusan apakah akan diteruskan atau tidak.
"Yang jelas kebijakan yang belum selesai kan masih berubah dan diubah," tandas Bambang.
Asal tahu saja, jika jadi, rencana tarif royalti progresif akan merevisi Peraturan Pemerintah No. 9/2012 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk komoditas emas, perak dan tembaga.
Rencana sebelumnya, penetapan tarif royalti progresif senilai 0,25% akan dikenakan bagi komoditas emas apabila harga emas mencapai US$ 1.300 per ons troi.
Selanjutnya apabila harga emas naik lagi di atas US$ 100 per ons troi akan dikenakan lagi 0,25%.
Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Jonson Pakpahan bilang, tarif royalti progresif salah satu pembahasan yang pending di Kementerian Keuangan. Maka dari itu, keputusan final antara batal atau tidaknya menjadi keputusan Kementerian Keuangan.
"Yang jelas telah mempertimbangkan kepentingan nasional," jelas Jonson kepada KONTAN, Minggu (18/3).
Jonson tidak menampik bahwa tarif royalti progresif ini ditentang keras oleh berbagai perusahaan. Khususnya komoditas emas.
Maka dari itu justru, terhambatnya kelanjutan rencana ini lantaran pemerintah merespon keberatan para pelaku usaha. "Kalau memang tidak jadi berati royalti tetap akan berdasarkan Harga Patokan Mineral (HPM) dari total jual dikalikan kuantiti," ungkap Jonson.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News