kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   13.000   0,91%
  • USD/IDR 15.134   108,00   0,71%
  • IDX 7.775   -130,62   -1,65%
  • KOMPAS100 1.198   -10,04   -0,83%
  • LQ45 976   -3,80   -0,39%
  • ISSI 227   -2,16   -0,94%
  • IDX30 498   -1,78   -0,36%
  • IDXHIDIV20 602   0,48   0,08%
  • IDX80 137   -0,54   -0,40%
  • IDXV30 141   0,10   0,07%
  • IDXQ30 167   0,09   0,05%

Revisi DNI di sektor energi memihak pemodal lokal


Jumat, 16 Mei 2014 / 11:34 WIB
Revisi DNI di sektor energi memihak pemodal lokal
ILUSTRASI. Armada kapal tunda PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI).


Reporter: Andri Indradie, Tedy Gumilar | Editor: Imanuel Alexander

JAKARTA. Revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) selalu menjadi isu seksi lantaran selalu dikaitkan dengan keberpihakan terhadap investor asing di satu sisi, dan pengabaian terhadap investor lokal di sisi lainnya. Pendapat ini memang ada benarnya. Terutama jika kita lihat semakin banyak saja bidang usaha yang dibuka untuk investor asing.

Namun, revisi bidang usaha yang tertutup dan terbuka bagi penanaman modal di bidang energi yang terangkum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2014 punya nuansa berbeda. Pemerintah memberikan ruang lebih luas bagi pemodal dalam negeri. Bagi investor asing, bidang usaha yang lebih dibuka adalah sektor padat modal dan penunjang kepentingan nasional.

Keberpihakan pemerintah terhadap pemodal lokal bisa dilihat dari revisi di bisnis jasa pengeboran migas di darat. Menurut Perpres Nomor 36 Tahun 2010 investor asing bisa masuk hingga 95%. Kini, bidang usaha ini sama sekali tertutup bagi mereka.

Sontak kebijakan ini membuat perusahaan seperti PT Elnusa Tbk senang. Maklum, khusus untuk jasa pengeboran, anak usaha PT Pertamina (Persero) itu memang hanya bermain di darat. Sekretaris Perusahaan Elnusa Fajriyah Usman menyebut, saat ini Elnusa memiliki lima rig darat dengan daya hingga 1.600 horse power (HP).

Menurut dia, selama ini kesempatan perusahaan lokal memenangi tender lebih sedikit karena harus bersaing dengan perusahaan asing. Fajriyah pun yakin, peluang pertumbuhan bisnis perusahaannya kian membesar seiring dengan penerapan beleid ini.

Di sektor jasa konstruksi migas, pemerintah juga menutup pintu bagi pemodal asing, khususnya di empat bidang usaha: konstruksi instalasi produksi hulu migas di darat, instalasi pipa penyalur di darat, tangki horizontal/vertikal, dan jasa instalasi penyimpanan dan pemasaran migas di darat.

Meski pasti akan berdampak positif terhadap kontraktor lokal, Natal Argawan Pardede, Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya Tbk, belum bisa mengukur dampaknya ke bisnis WIKA. “Dampaknya mungkin baru terlihat sekitar tahun depan,” kata Natal.

Asal tahu saja, Wika memang telah lama bermain di jasa konstruksi migas, baik di hulu maupun di hilir. Tahun ini, perusahaan pelat merah itu telah mengantongi kontrak baru Rp 2 triliun. Plus carry over tahun lalu sekitar Rp 4 triliun.

Belum tentu kepincut

Di sisi lain, strategi pemerintah membuka kepemilikan yang lebih luas di sektor energi, belum tentu berhasil memikat calon investor asing. Ambil contoh di bidang usaha kelistrikan.

Di bidang pembangkit listrik berkapasitas lebih dari 10 megawatt (MW), transmisi, dan distribusi tenaga listrik, asing tetap diperbolehkan menggenggam maksimal 95%. Namun jika proyek berbentuk kerjasama pemerintah–swasta (KPS), pemodal asing bisa menguasai 100% kepemilikan selama masa konsesi.

Adapun pada bisnis jasa konsultasi instalasi tenaga listrik, yang semula tidak diatur, kini modal asing diperbolehkan hingga maksimal 95%.

Rupanya, perubahan aturan penanaman modal di bidang kelistrikan memang sengaja ditempuh pemerintah mengingat keterbatasan kemampuan pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dengan kebutuhan pembangunan pembangkit listrik 5.700 MW per tahun, investasi listrik yang diperlukan antara US$ 12 miliar hingga US$ 15 miliar per tahun.

Persoalannya, kata pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa, kebutuhan investasi yang terpenuhi hanya sekitar 70%. Otomatis peran investor swasta dalam investasi kelistrikan memang masih diperlukan.

Cuma, bukan barang mudah buat menarik dana asing bila hanya bermodal secarik daftar bidang usaha yang bisa dimasuki. Sudah bertahun-tahun lamanya pemerintah membuka ruang kepemilikan hingga 95% pada bisnis pembangkit dengan kapasitas di atas 10 MW, transmisi, dan distribusi listrik. Namun, kenyataannya, selama ini pembangunan transmisi dan distribusi tenaga listrik hampir 100% dilakukan oleh PLN.

Ketimbang memberikan ruang kepemilikan yang lebih besar, menurut Fabby sebaiknya pemerintah fokus memperkuat regulasi di bidang setrum ini. Misalnya, persoalan pembebasan lahan yang selama ini kerap menghambat pembangunan pembangkit listrik harus diatasi. “Kalau regulasi sektornya enggak cukup bagus, tidak akan menarik,” tegas Fabby.

Di sisi lain, pemerintah membatasi kepemilikan asing di pembangkit listrik skala kecil 1 MW sampai 10 MW. Sebelumnya, bisnis ini terbuka bagi sistem kemitraan. Modal asing, bisa masuk dengan persentase berapa pun selama menggunakan badan hukum Indonesia dan menjalin kemitraan dengan pemodal lokal. Sekarang, investor asing hanya diperbolehkan menguasai kepemilikan pembangkit listrik skala kecil hingga maksimal 49%.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman beralasan, secara teknis, investor lokal memang memiliki kemampuan untuk menggarap bisnis ini. “Namun, mengingat investasinya membutuhkan dana besar, terbuka peluang asing untuk ikut mendanai sampai maksimum 49%,” kata Jarman.

Aturan ini tentu positif buat pemodal dalam negeri. Cuma, Fabby wanti-wanti, selama ini tidak sedikit investor lokal yang tidak memiliki kemampuan finansial yang memadai. “Banyak proyek pembangkit listrik energi terbarukan tidak jalan karena investor lokal terbatas modalnya. Revisi DNI ini menjadi kesempatan sekaligus tantangan,” kata Fabby.

Sebaliknya, menurut Misyal A. Bahwal, Sekretaris Perusahaan PT Radiant Utama Interinsco Tbk, perusahaan lokal mampu menggarap bisnis ini sendiri, baik dari sisi teknologi maupun pendanaan. “Lokal masih bisa,” kata Misyal.

Sebagai informasi, Radiant Utama memiliki proyek pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTMH) Gumanti 3 di Solok, Sumatra Barat. Pembangunan pembangkit berkapasitas 6,45 megawatt (MW) itu diperkirakan menelan investasi sekitar US$ 2,2 juta per MW.

Catatan KONTAN, proses pembangunan pembangkit ini belum bisa dilaksanakan lantaran terkendala proses pembebasan lahan. Padahal perjanjian jual beli listrik dengan PLN sudah ditandatangani sejak Oktober 2013.

Demi cadangan baru

Masih di sektor energi, pemerintah juga membuka peluang bagi kepemilikan asing di bidang usaha jasa survei. Ada tiga jasa survei yang baru dibuka: survei migas, survei geologi dan geofisika, serta jasa survei panas bumi. Untuk jasa survei migas dan survei geologi serta survei geofisika, pemerintah memberikan ruang kepemilikan bagi investor asing masing-masing maksimal sebesar 49%. Adapun di jasa survei panas bumi, asing bisa memiliki hingga 95%. Pada Perpres Nomor 36 Tahun 2010, ketiga jenis survei ini tidak diatur.

Adhi Wibowo, Kepala Pusat Survei Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyebut beleid ini bermaksud baik. Kepemilikan asing dibidang usaha jasa survei dimungkinkan untuk mempercepat penemuan cadangan migas dan panas bumi baru.

Sebagai informasi, saat ini cadangan minyak Indonesia sekitar 3,7 miliar barel. Jika tidak ditemukan cadangan baru, maka dalam tempo sekitar 12 tahun, cadangan minyak tersebut diperkirakan bakal habis.

Di sisi lain, untuk menemukan cadangan baru diperlukan survei yang komprehensif dan berbiaya mahal. Pemerintah sendiri telah mengajukan usulan petroleum fund dalam revisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Salah satu peruntukan dananya, ya, untuk menggelar survei migas.

Adhi mengaku tak tahu pasti apakah dibukanya jasa survei bagi pemodal asing akibat usulan pemerintah soal petroleum fund belum juga disahkan. Yang jelas, menurut dia, selama ini anggaran survei di Badan Geologi sebetulnya tidak dibatasi sepanjang dibutuhkan untuk penyiapan wilayah kerja (WK) migas dan panas bumi.

Yang jelas, kelak pengguna jasa survei tersebut adalah kontraktor kontrak kerjasama (KKKS). Sementara pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Migas dan Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan, sudah menugaskan Badan Geologi untuk menyurvei migas dan panas bumi.

Pemerintah memastikan, beleid anyar ini tidak akan mengganggu daya saing perusahaan lokal. Perusahaan lokal malah akan dicari oleh perusahaan asing sebagai mitra. “Bagaimanapun tenaga lokal tetap akan lebih paham kondisi geologi setempat dibandingkan tenaga asing,” kata Adhi.

Semoga, Pak, ya!


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 33 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×