Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, tak kunjung kelar.
Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), terdapat sejumlah poin tambahan yang berpotensi membuat Perpres tersebut mandeg.
Menurut Roy Nicholas Mandey Ketua Aprindo, terdapat poin tambahan berupa pasal mengenai upaya ekonomi berkeadilan yang ditambahkan dalam Perpres tersebut. Pasal tersebut mengatur ritel modern harus memiliki program kemitraan dengan ritel tradisional.
"Tapi kami sudah memiliki program seperti itu sejak lama, maka kami juga tidak paham kenapa revisi Perpres ini sampai sekarang belum selesai," kata Roy kepada Kontan.co.id, Senin (9/4).
Ia melanjutkan, Aprindo berkomitmen untuk terus mengembangkan ekonomi yang merata, salah satunya ia buktikan dengan meneken kerja sama Aprindo dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) untuk membangun 10 toko ritel modern di lingkungan pondok pesantren di Jawa Timur.
Asal tahu, proses revisi Perpres 112/2007 sudah berlangsung sejak 2015, namun belum kunjung terealisasi.
Salah satu poin yang diatur adalah soal pendirian toko ritel modern harus memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Namun posisinya hingga tahun 2018, jumlah RDTR menurut Roy masih di bawah 20 dari 500 kabupaten kota.
"Tapi untuk masalah RDTR harusnya sudah selesai karena ada klausa 'atau' Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)," kata Roy. Dengan demikian, pengusaha ritel tidak perlu menghadapi birokrasi pemerintah daerah untuk membuat RDTR.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Tjahya Widayanti mengatakan pihaknya terus mengupayakan revisi Perpres tersebut.
"Kita akan merevisi Perpres 112 itu masih berjalan," kata Tjahya. Namun ia enggan memberikan rincian lebih lanjut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News