kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Revisi PP 22 Tahun 2022, Pemerintah Siap Menaikkan Royalti Timah


Jumat, 29 Maret 2024 / 14:07 WIB
Revisi PP 22 Tahun 2022, Pemerintah Siap Menaikkan Royalti Timah
ILUSTRASI. Kementerian ESDM tengah menggodok perubahan ketentuan kenaikan royalti timah dari yang sebelumnya flat 3% menjadi progresif.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menggodok perubahan ketentuan kenaikan royalti timah dari yang sebelumnya flat 3% menjadi royalti progresif sesuai dengan harga timah yang berlaku.

Kenaikan royalti timah menjadi progresif ini akan termuat dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Perubahan tarif royalti menjadi royalti progresif diberlakukan supaya badan usaha dan pemerintah mendapatkan proporsi pemanfaatan royalti yang setara. Penerimaan negara diklaim akan lebih tinggi dari badan usaha dengan cara yang lebih adil.

Baca Juga: Pemerintah Siap Menaikkan Royalti Timah

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, kenaikan royalti timah saat ini sedang dilakukan pembahasan revisi PP 26 Tahun 2022 tentang PNBP dan mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan naik.

“Sepanjang yang saya tahu, progresif basisnya,” kata Tri dalam Rapat Dengar Pendapat, Selasa (26/3).

Sebagai gambaran, royalti komoditas dalam Kementerian ESDM tergolong kepada jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dalam kaitan itu, royalti untuk timah terdiri dari beberapa jenis. Di antaranya adalah: 

1. Royalti logam timah: 3% per ton dari harga.

2. Royalti terak timah: 1% per ton dari harga.

3. Royalti Monasit-Xenotim: 1% per ton dari harga.

4. Royalti Zirkon/Iliminit/Rutil: 4% per ton dari harga.

5. Royalti Spodomene: 3% per ton dari harga.

6. Royalti (>99% (P)/Scandium Oksida (P)/Yttrium Oksida (P)/Lanthanum Oksida (P)/Cerium Oksida/Praseodimium Oksida (P)/Neodimium Oksida (P)/Promothium Oksida (P)/Samarium Oksida (P)/Europium Oksida (P)/Gandolinium Oksida (P)/Terbium Oksida (P)/Disprosium Oksida (P) Holmium Oksida (P)/ Erbium Oksida (P)/ Thulium Oksida (P)/Yitterbium Oksida (P)/Lutetium Oksida (P): 1% per ton dari harga. 

Sementara itu, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) berpendapat l kenaikan tarif royalti timah merupakan hal yang wajar, sebab masih akan memberikan keuntungan yang cukup bagus bagi pengusaha.

“Saat ini 3% mungkin ada celah sedikit pemerintah menaikkan tapi pemerintah harus mempelajari dan mendiskusikan ini," kata Ketua Umum (Perhapi) Rizal Kasli kepada KONTAN, Kamis (28/3).

Baca Juga: Kinerja Emiten Tambang BUMN Tergerus Koreksi Harga Komoditas

Rizal menegaskan, jangan sampai kebijakan pemerintah yang memberlakukan tarif royalti secara progresif ini nantinya justru menimbulkan dampak bagi produsen timah resmi.

Selain itu, pemerintah juga harus mewaspadai adanya penambangan liar tanpa izin (PETI) alias tambang ilegal yang berpotensi makin marak. Ia menambahkan dampak yang ditimbulkan dari kebijakan kenaikan royalti timah itu paling tidak harus diantisipasi oleh pemerintah secepat mungkin.

Mengingat dengan adanya kebijakan tersebut, penambangan liar tanpa izin berpotensi semakin marak dan ujung-ujungnya perusahaan resmi yang memiliki izin dirugikan atas kegiatan tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×