Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum akan mengubah kenaikan royalti untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP). Padahal Harga Batubara Acuan (HBA) bulan Desember 2016 kini sudah mencapai US$ 101,69 per ton.
Sekadar mengingatkan, rencana kenaikan royalti untuk IUP mulai bergulir kencang pada tahun 2014. Namun, pada akhir tahun 2015, rencana tersebut akhirnya mengendap, lantaran harga batubara yang kian melemah di level US$ 40 per ton.
Saat itu pemerintah sudah menyusun draf revisi PP No 9 tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian ESDM. Dalam draf itu tertera kenaikan royalti untuk batubara kalori kurang dari 5.100 kilokalori/kg (Kkal/kg) naik dari 3% menjadi 7%.
Sementara royalti yang sebelumnya dipatok 5% akan terkerek menjadi 9%, untuk batubara dengan tingkat kalori antara 5.100 Kkal/kg - 6.100 Kkal/kg. Bahkan, royalti akan naik dari 7% menjadi 13,5% untuk batubara dengan tingkat kalori lebih dari 6.100 Kkal/kg.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyatakan, belum ada rencana lanjutan untuk menaikan royalti tersebut. Pemerintah masih akan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi, termasuk harga. "Belum ada rencana kenaikan, nanti kita liat dulu bagaimana ke depan," ujar Bambang di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (6/12).
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM, Sujatmiko menambahkan, tidak adanya kenaikan royalti untuk IUP, karena pemerintah lebih berkonsentrasi menjaga investasi agar kondisi batubara sustainability. "Artinya kami masih memakai hukum positif yang sekarang itu dulu, yaitu sesuai dengan yang ada, yakni 3%, 5%, dan 7%," terangnya, di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (6/12).
Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai, rencana pengenaan royalti yang lebih tinggi masih belum relevan dibahas sekarang. Pasalnya, pergerakan harga batubara masih belum bisa dikatakan stabil.
Bahkan berpeluang kembali berfluktuasi dalam waktu dekat. "Kenaikan batubara kali ini diperkirakan tidak akan sustain mengingat kemungkinan Pemerintah Tiongkok akan kembali mengoreksi kebijakan mereka," katanya, kepada KONTAN, Selasa (6/12).
Selain itu, dia menilai meningkatnya royalti justru akan berdampak negatif terhadap pasokan batubara untuk program megaproyek pembangkit listrik yang sedang digenjot oleh pemerintah.
Sementara, Adib Ubaidillah Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk mengungkapkan, kenaikan harga jual jika pengapalan terealisasi, maka royalti juga akan mengalami kenaikan. Ini karena royalti dibayarkan oleh penjual sebelum pengapalan. "Sejauh ini PT Bukit Asam Tbk selalu comply terhadap aturan," ungkap Adib ke KONTAN, Selasa (6/12).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News