Reporter: Mona Tobing | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menaksir potensi kerugian jika Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) gambut mencapai Rp 103 triliun selama per daur tanam atau sekitar lima sampai enam tahun. RPP gambut akan merugikan Indonesia yang bersiap menghadapi MEA.
Kerugian berasal dari hilangnya devisa negara dari pulp dan kertas sebesar US $ 5,4 miliar per tahun. Kemudian, hilangnya produksi 16,8 juta ton, dan pemutusan hubungan karyawan sekitar 300.000 tenaga kerja di industri pulp dan kertas serta hutan tanaman industri (HTI).
Ketua APHI Bidang HTI, Nana Suparna mengatakan, RPP gambut merupakan masalah serius bagi dunia usaha dalam negeri karena besarnya potensi kerugian yang akan hilang.
"RPP itu kontraproduktif denganĀ tujuan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Nana akhir pekan lalu ( 19/9).
Kondisi ini tidak menguntungkan buat Indonesia yang akan menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). ApalagiĀ sektor kehutanan menjadi salah satu sektor andalan dalam menyerap tenaga kerja dan devisa.
Nana menilai, RPP gambut lebih banyak mengakomodir kepentingan LSM seperti Greenpeace ketimbang kepentingan pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.
Selama ini, upaya NGO menjegal industri unggulan nasional dilakukan melalui konsumen dengan cara menekan agar tidak membeli produk dari produsen Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News